Suara.com - Viral sebuah video yang menunjukkan anak usia dua tahun atau balita terikat kaki dan tangannya dengan posisi tertidur beralaskan tanah. Peristiwa itu disebut di Nusa Tenggara Timur.
Saat ditemukan, kedua kaki balita itu diikat dengan tali sepatu dan tangan korban diikat menggunakan tali rafia berwarna biru. Korban menangis dan ketakutan serta dalam kondisi lemas karena kemungkinan belum makan.
Pada kedua kaki dan kedua tangan yang terikat mengalami bengkak. Selain itu, ada beberapa bekas luka pada tubuh korban dan beberapa luka yang belum sembuh.
Pihak Polda Nusa Tenggara Timur juga membenarkan adanya kasus penyekapan anak itu. Di mana tim psikologi dari Polda NTT memberikan pendampingan psikologi kepada korban.
Baca Juga: Kronologi Balita Dua Tahun Disekap dengan Tangan Terikat: Ibu Angkat Mau ke Kebun
Balita malang itu diketahui disekap dan dianiaya oleh orang tua angkatnya.
"Rasa trauma anak-anak korban kekerasan dan penganiayaan kita pulihkan dengan pendekatan psikologi yang membuat anak nyaman berada dalam situasi sosial serta menarik minat dan semangatnya,” kata Bagian Psikologi Biro SDM Polda NTT Iptu Juan A. Djara di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Sabtu (4/2/2023).
Proses pendampingan psikologi dilakukan di kediaman korban di rumah jabatan Sekda Kabupaten Timur Tengah Selatan didampingi keluarga dan personel Unit Perempuan dan Perlindungan Anak Polres setempat.
Dia menjelaskan bahwa kegiatan tersebut juga bertujuan mengidentifikasi kondisi psikologis korban saat ini dan pengaruh trauma terhadap perkembangan psikologis anak.
Juan mengatakan kegiatan pendampingan yang dilakukan tim psikologi Polda NTT adalah berdialog dan bermain bersama anak korban serta memberikan mainan.
Baca Juga: Ramai di Media Sosial Seorang Ibu Berikan Kopi Sachet untuk Bayinya, Ini Bahayanya Buat si Kecil
Tim penyidik Polres Timor Tengah Selatan menyatakan tersangka kasus penyekapan anak usia dua tahun berinisial OAT alias Ori (34) terancam hukuman penjara lima tahun penjara akibat perbuatannya.
Pasal yang disangkakan kepada tersangka adalah pasal 80 ayat (1) Undang-Undang nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman tiga tahun penjara.
Atau pasal 44 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau pasal 351 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman tiga tahun penjara. (Sumber: Antara)