Suara.com - Aturan syarat masa jabatan calon presiden dan wakil presiden kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu diajukan oleh pemohon bernama Herifuddin Daulay.
Permohonan Herifuddin teregistrasi di MK dengan Nomor 4/PUU-XXI/2023. Herifuddin memohon agar ada pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ada dua pasal yang diajukannya untuk diuji oleh MK. Pertama yakni Pasal 169 huruf n UU Pemlu yang isinya "Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah: n. belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.”
Kemudian yang kedua ialah Pasal 227 huruf i yang bunyinya adalah "Pendaftaran bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 dilengkapi persyaratan sebagai berikut:i. surat pernyataan belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.”
Baca Juga: Mahfud MD: Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Tidak Melanggar Hukum
Herifuddin selaku pemohon menilai kalau jabatan dua periode untuk presiden bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Sebab, pembatasan masa jabatan presiden hanya dua periode itu dianggap menyebabkan partai menggeser kedaulatan dari tangan rakyat bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2).
"Menyebabkan kekuasaan presiden untuk memerintah beralih ketangan partai bertentangan dengan Pasal 4 ayat (1)," kata Herifuddin dalam sidang perkara di MK yang dikutip Jumat (3/2/2023).
Lebih lanjut, ia menilai masa jabatan presiden dua periode itu hanya menjadi pembatasan untuk menjabat lebih dari dua kali masa jabatan.
"Yang menjadi norma landasan dasar adanya pembatasan atau menghalangi pribadi penjabat presiden untuk menjabat lebih dari 2 kali masa jabatan, baik secara berturut-turut maupun berselang," terangnya.
"Adalah UU 7 Nomor 2017 Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i, bukan pokok dari Konstitusi UUD 1945 Pasal 7 bermaksud," tambahnya.
Baca Juga: Aturan Nikah Beda Agama di Indonesia, MK Tolak Legalkan Pernikahan 2 Keyakinan
Kemudian, Herifuddin juga memohon agar permohonannya dapat dikabulkan. Selain itu ia memohon majelis hakim MK bisa menyatakan Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dirinya juga memohon majelis hakim MK menyatakan Pasal 227 huruf i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.