Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyatakan bahwa penurunan indeks persepsi korupsi di Indonesia pada tahun 2022 dibandingkan tahun 2021 membuat pemerintah risau.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan, penurunan indeks persepsi korupsi Indonesia merupakan satu keprihatinan karena pemerintah.
Pasalnya, dahulu pemerintah pernah melakukan reformasi saat indeks persepsi korupsi di angka 20 pada tahun 1999. Namun, kemudian setiap tahun mengalami kenaikan dan mencapai puncaknya pada 2019, yakni 39.
"Salah satu hal yang dalam 3 hari ini menjadi kerisauan kami pemerintah yang mengurusi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi pada tahun 2022 indeks persepsi korupsi kita menurut Transparansi Internasional turun dari 38 jadi 34," kata Mahfud MD usai mengunjungi Panti Asuhan Bina Siwi di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (3/2/2023).
Baca Juga: Kunjungi Panti Asuhan Bantul, Mahfud MD: Pemerintah Sangat Berterima Kasih
"Kemudian turun 38, lalu tetap bertahan di 38, dan sekarang turun menjadi 34. Indeks persepsi korupsi artinya persepsi masyarakat internasional tentang seberapa besar skor korupsi di Indonesia, berarti kalau dari interval 0—100 kita ada di angka 34," lanjutnya.
Mahfud melanjutkan, penurunan indeks persepsi korupsi ini yang tertinggi karena selama pemerintahan reformasi itu indeksnya naik terus. Tak terkecuali di era Presiden Jokowi naik secara konsisten, namun tiba-tiba turun.
"Apakah korupsi makin banyak? Bisa ya karena buktinya kita menangkap orang, OTT (operasi tangkap tangan). Tapi sebenarnya kalau peningkatan korupsi itu sendiri yaitu normal, seperti itu terus sejak dahulu," paparnya.
Menurutnya, yang saat ini menjadi masalah kenapa indeks persepsi korupsi turun itu bukan karena penegakan hukum di bidang korupsi. Sebaliknya, Mahfud menilai bahwa penegakan hukumnya sudah berjalan naik.
"Tapi ini secara umum turun karena yang dinilai bukan hanya korupsi, melainkan misalnya perizinan berusaha. Itu orang berpendapat ini banyak kolusi. Mau investasi aja kok sulit. Orang sudah punya izin di satu tempat lalu diberikan izin ke orang lain. Seperti-seperti itu," tambahnya.
Dengan demikian, lanjut Menkopolhukam, yang menjadi masalah adalah birokrasi perizinan. Itulah sebabnya pemerintah lalu mengeluarkan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) dalam bentuk omnibus law itu agar dalam proses perizinan tidak bertele-tele tidak dikerjakan oleh beberapa meja, tetapi satu pintu.
Meski demikian, kata Mahfud MD, dalam 3 tahun terakhir ini upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan negara sudah luar biasa. Seperti Kejaksaan Agung (Kejagung) itu seperti melakukan amputasi terhadap tangan pemerintah sendiri.
"Orang pemerintah sendiri ditangkapi semua. Asuransi Jiwasraya, Asabri, Kemhan (Kementerian Pertahanan), menteri dua ditangkap, gubernurnya digelandang, bupati-bupati ditangkap oleh OTT, dan sebagainya itu kita pemerintah sudah bersungguh-sungguh memberantas dalam arti tindakan," jelasnya.
"Akan tetapi, dalam arti administrasi birokrasi kita itu sedang merintis, sekarang kuat-kuatan dengan pertama menyiapkan instrumen hukum yang memungkinkan kita bekerja cepat dan mengontrol cepat," tandasnya. [ANTARA]