Suara.com - Pernikahan beda agama yang menjadi gugatan ke Mahkamah Konstitusi ini pun akhirnya ditolak. Permohonan ini diajukan oleh E. Ramos Petege dan bagi Mahkamah Konstitusi, permohonan ini tak beralasan menurut hukum.
Sembilan Hakim Mahkamah Konstitusi menolak gugatan tersebut. Pihaknya menilai permohonan ini tak beralasan.
Meski demikian, terdapat alasan lain yang disampaikan oleh dua orang hakim Mahkamah Konstitusi dalam penolakan tersebut. Salah satu hakim yang memiliki pendapat berbeda itu adalah Hakim Konstitusi Daniel Yusmic.
Daniel meyakini bahwa praktik pernikahan beda agama akan selalu terjadi. Pihaknya meyakini persoalan perkawinan beda agama adalah persoalan yang nyata dan akan terus berlangsung sekarang hingga di masa mendatang.
Baca Juga: MK Tolak Perkawinan Beda Agama, Ini Alasannya
Daniel Yusmic juga menyampaikan 3 (tiga) pola pernikahan beda agama. Ketiga poin itu dikenal juga sebagai modus pernikahan beda agama yang diungkap oleh hakim. Berikut ini ketiga pola tersebut:
- Melakukan perkawinan di luar negeri.
- Salah seorang mempelai dari pasangan yang akan melangsungkan pernikahan beda agama itu sementara berpindah agama mengikuti agama pasangannya.
- Kedua pasangan melangsungkan perkawinan sebanyak 2 (dua) kali yakni perkawinan pertama mengikuti agama dari calon suami kemudian menikah lagi dengan mengikuti ajaran agama sang istri. Penerapannya dapat berlaku sebaliknya, baik dari agama suami terlebih dahulu maupun sang istri terlebih dahulu.
Ketiga modus pernikahan beda agama yang diungkap hakim ini dianggap sebagai bentuk penyelundupan hukum perkawinan. Pasalnya, tidak ada hukum yang memadai terkait perkawinan beda agama.
Hakim menyoroti modus pernikahan beda agama itu serta cara pasangan beda agama mengajukan gugatan hukum agar disahkan dalam pencatatan negara. Kedua pasangan itu menggugat ke pengadilan negeri dan ada pula putusan yang dikabulkan.
Fenomena ini pun dinilai Yusmic sebagai hal yang sensitif terlepas dari penolakan oleh para Mahkamah Konstitusi. Hal sensitif ini yang hadir dalam kehidupan masyarakat baginya juga perlu diadakan diskusi terbuka dengan melibatkan berbagai pihak.
Pasalnya, pesatnya perkembangan kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi juga membuka ruang wawasan terkait hal tersebut.
Baca Juga: Tok! MK Tolak Gugatan Pernikahan Beda Agama, MUI Bersyukur
Daniel Yusmic menyampaikan penyerapan aspirasi harus dilakukan dengan lebih komprehensif. Daniel menilai ada dua lembaga negara yang dapat melakukan hal itu yakni lembaga pembentuk undang-undang atau DPR dan presiden atau pemerintah.
Kedua lembaga negara tersebut memiliki perangkat dan sumber daya yang lebih banyak dari lembaga yudikatif seperti Mahkamah Konstitusi khususnya untuk menampung aspirasi masyarakat. Tak hanya itu, sumber daya itu juga membuat kedua lembaga ini mampu melakukan riset mendalam dengan melibatkan berbagai pihak dalam menyiapkan naskah akademik.
Daniel Yusmic juga menyampaikan 4 (empat) alternatif jalur pernikahan di Indonesia yakni sebagai berikut:
- Dilakukan oleh sesama agama Islam melalui Kantor Urusan Agama Kementerian Agama. Sedangkan yang lainnya melalui pencatatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil.
- Untuk perkawinan beda agama, mereka diberi dua pilihan. Pencatatan perkawinan di KUA atau Pencatatan Sipil. Petugas hanya perlu mencatat dan memberi buku beda agama.
- WNI sesama penganut kepercayaan haruslah diakui pernikahannya berdasarkan Putusan MK No. 97/PUU-XIV/2016.
- Perkawinan WNI yang salah satunya menganut agama tertentu dengan pasangannya yang menganut kepercayaan juga berhak memperoleh buku nikah agama-penghayat kepercayaan atau akta nikah beda agama-penghayat kepercayaan.
Kontributor : Annisa Fianni Sisma