Polisi akan Gelar Rekonstruksi Ulang Kasus Kecelakaan Mahasiswa UI, Klaim Bakal Libatkan Ahli Interprofesi

Selasa, 31 Januari 2023 | 16:16 WIB
Polisi akan Gelar Rekonstruksi Ulang Kasus Kecelakaan Mahasiswa UI, Klaim Bakal Libatkan Ahli Interprofesi
Kuasa hukum dan keluarga Muhammad Hasya Atallah Saputra, mahasiswa UI korban tabrak lari oleh mantan Kapolsek Cilincing AKBP (Purn) Eko Setia Budi Wahono. [Suara.com/Yaumal]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Polda Metro Jaya akan menggelar rekonstruksi ulang kasus kecelakaan maut yang menewaskan mahasiswa FISIP Universitas Indonesia (UI) Muhammad Hasya Atallah Saputra.

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran mengatakan, rekonstruksi ulang akan dilakukan dengan melibatkan ahli dari interprofesi.

"Kami berencana melakukan rekonstruksi ulang dengan melibatkan seluruh stakeholder," kata Fadil di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (31/1/2023).

Fadil mengklaim, tujuan rekonstruksi ulang ini digelar dengan melibatkan pihak eksternal agar transparan dan objektif.

Baca Juga: Pensiunan Polisi di Kasus Kecelakaan Mahasiswa UI Bukan Kader, Gerindra Minta Proses Secara Hukum

"Dari rekonstruksi tersebut akan ada fakta-fakta, yang fakta-fakta ini tidak hanya dari polisi melibatkan para ahli. Dari situ kita akan mengambil sikap," katanya.

Tim Khusus

Sebelumnya, Fadil menyatakan akan membentuk tim pencari fakta untuk mengusut tuntas kasus kecelakaan Hasya. Tim khusus dibentuk usai keputusan penyidik menetapkan Hasya sebagai tersangka karena dianggap lalai dalam berkendara hingga tertabrak mobil eks Kapolsek Cilincing AKBP Eko Setia Budi Wahono menuai kritik dari masyarakat.

"Saya akan mengambil langkah pertama akan membentuk tim untuk melakukan langkah-langkah pencarian fakta," kata Fadil di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (30/1/2023).

Fadil menjelaskan bahwa tim pencari fakta melibatkan pihak internal Polda Metro Jaya seperti Irwasda, Bidang Hukum, hingga Direktorat Lalu Lintas. Sedangkan pihak eksternal meliputi ahli atau pakar transportasi hingga agen tunggal pemegang merek atau ATM.

Baca Juga: Komisi III DPR Desak Polisi Pulihkan Nama Baik Mendiang Mahasiswa UI Hasya: Gak Mungkin Orang Mati jadi Tersangka!

"Semoga langkah tim gabungan ini bisa mengungkap fakta sebenarnya dan memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum," katanya.

Ditetapkan Tersangka

Penyidik menetapkan Hasya sebagai tersangka dalam kasus kecelakaan maut ini. Namun kasus tersebut dihentikan atau SP3 karena Hasya telah meninggal dunia.

Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya Kombes Pol Latif Usman mengklaim penyebab kematian Hasya bukan semata akibat tertabrak oleh mobil Mitsubishi Pajero yang dikemudikan Eko. Menurunya, sebelum tertabrak Hasya terlebih dahulu terjatuh karena menghindari kendaraan di depannya yang berbelok mendadak.

Hasya selanjutnya terpental ke jalur sebelah kanan, di mana secara bersamaan dari belakang melaju mobil Eko. Akibat jarak yang terlalu dekat, kata Latif, Eko tidak bisa menghindar. Sehingga akhirnya Hasya pun tertabrak

“Karena kelalaiannya, jadi dia meninggal dunia. Jadi yang menghilangkan nyawanya karena kelalaiannya sendiri bukan kelalaian pak Eko,” kata Latif di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (27/1/2023).

Di sisi lain, Latif mengungkap Eko tak bisa dijadikan tersangka berdasarkan beberapa pertimbangan. Salah satunya karena Eko diklaim telah berada di lajur yang tepat.

"Pak Eko berada di lajurnya, karena ini kan cuman dua arah, dan pas jalannya kanan kiri sesuai dengan aturannya, pak Eko berada di hak utama jalannya pak Eko," kata dia.

Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Latif memastikan kasus ini telah dihentikan. Penghentian kasus tersebut surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

"(Kami) mengambil kesimpulan, kasus ini SP3," ujar Latif.

Tempuh Praperadilan

Dalam kesempatan itu, Latif juga mempersilakan keluarga Hasya untuk mengajukan praperadilan apabila tidak puas dengan keputusan penyidik.

“Proses ini, kalau pihak sana (keluarga) belum puas bisa mengajukan praperadilan,” ujarnya.

Namun, kata Latif, jika ingin melakukan praperadilan, harus ada alat bukti baru yang dimiliki.

"Jadi ada mekanisme hukumnya, tentu berdasarkan alat bukti baru yang dimiliki para pihak," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI