Silang Pendapat Dua Hakim MK Soal Perkawinan Beda Agama, Ini Alasannya

Selasa, 31 Januari 2023 | 15:36 WIB
Silang Pendapat Dua Hakim MK Soal Perkawinan Beda Agama, Ini Alasannya
Ketua MK Anwar Usman saat memimpin sidang gugatan Perppu Corona di MK. (Suara.com/Stephanus Aranditio).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dua Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) RI rupanya silang pendapat terkait gugatan permohonan perkawinan beda agama. Kedua hakim MK yang dimaksud adalah Suhartoyo dan Daniel Yusmic P. Foekh.

Keduanya memiliki alasan berbeda atau concurring opinion dalam menanggapi gugatan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

"Terhadap putusan Mahkamah Konstitusi a quo, dua hakim yakni hakim Suhartoyo dan hakim Daniel Yusmic P. Foekh memiliki alasan berbeda," kata Ketua MK Anwar Usman di Jakarta, Selasa (31/1/2023).

Dalam kesempatan tersebut, hakim konstitusi Suhartoyo mengungkap alasan tambahan yang berbeda. Pertama, dasar hukum sahnya perkawinan dan kebebasan atau kemerdekaan memeluk dan beribadah menurut agamanya masing-masing diatur dalam ketentuan norma sebagai berikut.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah, "ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".

Berikutnya, lewat Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi-tiap-tiap perkawinan dicatat menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Kemudian Ayat (2) berbunyi tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya, Hakim Suhartoyo mengatakan mengacu pada Pasal 29 Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan "Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa" menunjukkan Indonesia bukanlah negara penganut sekularisme.

Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu".

"Ketiga dasar hukum tersebut menjadi bentuk konkret negara di dalam memaknai hakikat perkawinan dan juga negara di dalam menjamin kebebasan masyarakat dalam memilih dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing," terang Suhartoyo.

Baca Juga: Lega Dengar Putusan MK Tolak Legalkan Perkawinan Beda Agama, Menko PMK: Selama Ini Jadi Perdebatan

Menurutnya, dasar hukum tersebut secara filosofi dibangun karena memang tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia adalah negara plural yang memiliki keragaman suku, budaya, ras, agama dan kepercayaan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI