Lega Dengar Putusan MK Tolak Legalkan Perkawinan Beda Agama, Menko PMK: Selama Ini Jadi Perdebatan

Selasa, 31 Januari 2023 | 15:05 WIB
Lega Dengar Putusan MK Tolak Legalkan Perkawinan Beda Agama, Menko PMK: Selama Ini Jadi Perdebatan
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy saat melakukan kunjungan kerja di Semarang, Selasa (31/1/2023). ANTARA/Zuhdiar Laeis
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan dilegalkannya perkawinan beda agama. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menilai keputusan MK tersebut memberikan kepastian.

Muhadjir menganggap kalau selama ini, aturan perkawinan beda agama kerap menjadi perdebatan.

"Jadi, yang selama ini di dalam ruang abu-abu, grey area, yang menjadi polemik, menjadi perdebatan, kalau sudah diputuskan MK menjadi terang benderang," kata Muhadjir di Semarang, Selasa (31/1/2023).

Ia juga berharap putusan dari MK tersebut menjadi putusan terbaik khususnya bagi pemohon E. Ramos Petege, warga Mapia Tengah, Dogiyai, Papua.

Baca Juga: Ungkap Kebijakan Khusus Bagi Warga yang Ingin Rayakan Tahun 2023, Menko PMK: Bergembiralah

"Mudah-mudahan, putusan MK adalah putusan terbaik," pungkas Muhadjir singkat.

Sebelumnya, MK menolak permohonan perubahan aturan penikahan beda agama yang diatur dalam UU Perkawinan. Itu diputuskan melalui sidang pengucapan putusan dan ketetapan pada Selasa (31/1/2023).

Putusan nomor perkara 24/PUU-XX/2022 itu dibacakan oleh Ketua Hakim MK Anwar Usman.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar Usman.

Permohonan tersebut diajukan oleh pemohon E. Ramos Petege, warga Mapia Tengah, Dogiyai, Papua. Ia mengajukan permohonan judicial review Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan karena gagal menikah dengan sang kekasih yang beragama Islam.

Baca Juga: Peringatkan Jajarannya untuk Waspada, Jokowi: Ada Potensi Pergerakan 44 Juta Orang Saat Nataru

Dalam permohonannya, pemohon memohon kepada Mahkamah agar menyatakan Pasal 2 Ayat 1 dan Ayat 2 serta Pasal 8 huruf f UU 1/1974 adalah inkonstitusional.

Adapun Pasal 2 Ayat 1 UU 1/1974 memberikan suatu koridor bagi pelaksanaan perkawinan bahwa agar perkawinan sah maka perkawinan tersebut dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.

Namun, menurut MK, Pasal 2 Ayat 1 UU 1/1974 bukan berarti menghambat ataupun menghalangi kebebasan setiap orang untuk memilih agama dan kepercayaannya. Kaidah pengaturan dalam norma Pasal 2 Ayat 1 adalah perihal perkawinan yang sah menurut agama dan kepercayaan, bukan mengenai hak memilih agama dan kepercayaan.

Pilihan untuk memeluk agama dan kepercayaannya tetaplah menjadi hak masing-masing orang untuk memilih, menganut dan menyakininya sebagaimana dijamin oleh Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945. [ANTARA]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI