Suara.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) bersama lembaga PILNET, dan ELSAM mengirimkan amicus curiae terhadap tuntutan 12 tahun penjara Bharada Richard Eliezer atau Bharada E.
Adapun dokumen amicus curiae yang dikirim ICJR itu berjudul 'Kejujuran Hati Harus Dihargai'.
Untuk diketahui, amicus curiae adalah sebuah istilah latin yang berarti sahabat pengadilan. Amicus curiae memiliki arti sebagai pihak yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.
Direktur ICJR Erasmus Napitupulu menilai tuntutan jaksa ataa Richard tidak konsisten. Sebab dalam poin meringankan yang disampaikan, jaksa sudah menyebut Richard merupakan justice collaborator di kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Baca Juga: 5 Fakta Sidang Replik Richard Eliezer dan Putri Chandrawathi Digelar Hari Ini
"Kami merasa tuntutan ini kurang konsisten. Bharada E sudah sampaikan jaksa dalam peringanannya adalah sebagai justice collaborator," ujar Erasmus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (30/1/2023).
Erasmus menyebut pengajuan Richard sebagai justice collaborator sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Oleh sebab itu, Erasmus menilai semestinya vonis hukuman bagi Richard nantinya harus lebih ringan dibandingkan dengan terdakwa lain.
"Berdasarkan Undang-Undang perlindungan saksi dan korban, harusnya rewardnya adalah putusan ringan diantara pelaku lain," jelas dia.
Selain itu, Erasmus juga menilai Richard sudah membongkar kebenaran di balik kasus pembunuhan Yosua. Padahal, dia hanya seorang anggota polisi berpangkat rendah di bawah Ferdy Sambo.
"Ada konteks kerentanan ketika Bharada E dalam satu lingkungan perbuatan pidana ini. Bayangkan kasus ini kalau nggak ada Bharada E dan Bharada E nggak ungkap kebenaran," ungkapnya.
Richard Dituntut 12 Tahun Penjara
Seperti diketahui, jaksa menuntut Richard dengan 12 tahun hukuman penjara terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua.
Jaksa menyatakan tidak ada alasan yang pembenaran maupun pemaaf yang dapat meloloskan Richard dari jeratan hukuman pidana.
"Di dalam persidangan tidak ditemukan adanya dalam diri terdakwa yang dapat menghapus unsur kesalahan pidana baik alasan pemaaf maupun pembenar, terhadap dakwaan primer yang kami buktikan pada analisis yuridis," kata jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023).
"Tidak ada alasan pemaaf dan pembenar terhadap dakwaan yang sudah kami periksa, maka terdakwa harus dipidana," sambungnya.