Suara.com - Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memang resmi diusung Partai NasDem sebagai calon presiden atau capres 2024. Namun, dukungan itu kembali dipertanyakan setelah NasDem tampak 'sibuk' menemui koalisi lain, yakni koalisi Gerindra dan PKB.
Menurut pengamat politik sekaligus Direktur IndoBarometer, Muhammad Qodari, kunjungan NasDem ke Sekber Gerindra-PKB merupakan bagian dari dinamika politik yang memang belum selesai.
Qodari menilai bahwa pertemuan NasDem dengan koalisi yang dibentuk Prabowo Subianto dan Muhaimin Iskandar itu merupakan skenario mencari alternatif lain. Ini karena pencalonan Anies sebagai capres 2024 oleh NasDem masih belum menemukan kesepatakan dengan Demokrat dan PKS.
Pasalnya, Partai Demokrat dinilai cenderung menginginkan ketua umum mereka, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) pendamping Anies. Begitu pula dengan PKS yang menginginkan tokoh mereka, Ahmad Heryawan (AHY) sebagai cawapres Anies.
Baca Juga: Surya Paloh Sumringah Akhirnya Ketemu Jokowi, Wasekjen NasDem: Senyumnya Lebih Lebar
"Kita tahu posisi Nasdem kan mencalonkan Anies sebagai calon presiden, nah komunikasi politik yang selama ini terjadi antara Nasdem adalah dengan partai Demokrat dan PKS," jelas Qodari kepada wartawan, Jumat (27/1/2023).
"Di sini rupanya menjadi sumber kerumitan tersendiri, karena Demokrat ingin AHY jadi wakilnya Anies Baswedan, sementara PKS ingin Ahmad Heryawan," sambungnya.
Situasi NasDem berbeda dengan Partai Gerindra yang sedari awal sudah menyatakan akan mendukung Prabowo Subianto sebagai capres 2024. Karena itu, tak ada titik terangnya di Koalisi Perubahan dinilai membuat NasDem khawatir dengan masa depan keputusan mereka mencalonkan Anies.
Anies sendiri, lanjut Qodari, memang sejak awal sudah berkomunikasi intens dengan Partai Demokrat dan PKS. Mulai dari kunjungan ke petinggi Demokrat hingga PKS.
Namun, seperti diketahui, Koalisi Perubahan baru bisa mengajukan calon presiden apabila memenuhi persyaratan undang-undang presidential threshold 20 %, yakni bila tiga partai politik bersepakat. Namun faktanya ketiga parpol itu masih belum kompak menemukan kesepakatan.
"Jadi ya dalam situasi pertemuan Nasdem dengan Gerindra itu, saya melihat Nasdem ingin membuka kemungkinan-kemungkinan yang lain ya," tambah Qodari.
Qodari lantas mengungkap skenario Nasdem masuk dalam Koalisi Gondangdia. Jika Koalisi Perubahan tak kunjung bersatu dan terwujud, maka Nasdem harus memiliki opsi yang lain untuk bisa berpartisipasi dalam proses politik yang ada. Begitu pula dengan Demokrat dan PKS, yang kursi keduanya tidak jauh berbeda.
Pertanyaannya, kata Qodari, kenapa Nasdem harus ke koalisi Gerindra dan PKB, alih-alih Demokrat-PKS?
"Saya melihat karena koalisi yang masih memungkinkan dibangun pada hari ini Koalisi Gondangdia, antara Gerindra dan PKB, karena baru dia partai politik. Sedangkan di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) juga sudah penuh," tegas Qodari.
"Di KIB bisa dikatakan itu sudah sudah penuh, ada Golkar ada PPP ada PAN. Dan kalau bergabung disana, posisi Nasdem tidak akan signifikan. Jadi Nasdem kalau masuk ke sana itu menjadi penggembira," tandasnya.
Disclaimer:
Artikel ini merupakan kerja sama Suara.com dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.