Suara.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai tuntutan 12 tahun penjara terhadap Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu dikhawatirkan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
Seharusnya justice collaborator (JC) yang disematkan ke Bharada E bisa memperingan hukumannya. Bharada E adalah salah satu terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau atau Nopriansyah Yosua Hutabarat.
Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution menyebut tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tersebut menjadi sebuah lonceng kematian.
"Bila orang yang menjadi JC tidak mendapat penghargaan semestinya, dikhawatirkan di kemudian hari orang enggan menjadi JC. Ini lonceng kematian bagi pembangunan hukum pidana modern," kata Maneger melalui keterangannya kepada Suara.com pada Sabtu (28/1/2023).
Menurutnya, karena pengakuan Bharada E kasus ini pembunuhan yang didalangi mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo akhirnya terungkap ke publik.
"Padahal peran JC sangat penting untuk mengungkap tuntas suatu perkara demi terangnya peristiwa," tegasnya.
![Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution [suara.com/Welly Hidayat]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2017/07/10/78702-komisioner-komnas-ham-maneger-nasution-suaracomwelly-hidayat.jpg)
Maneger menyebut LPSK sebagai pihak yang berwenang memberikan status JC kepada Bharada E mengaku kecewa dengan tuntutan yang disampaikan JPU.
"LPSK, sebagai Lembaga Negara yang berwenang merekomendasikan JC terhadap Bharada E, menyampaikan kekecewaan karena rekomendasinya dinilai dikesampingkan oleh JPU," ujarnya.
"Padahal LPSK sudah mengingatkan bahwa Bharada E sebagai JC sudah menunjukkan komitmennya dan konsistensinya mengungkap kejahatan ini secara terang-benderang," sambungnya.
Baca Juga: Sebut Penasihat Hukum Tak Profesional, Jaksa Pastikan Ferdy Sambo Tembak Brigadir Yosua!
Seperti diketahui, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E dituntut hukuman 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) terkait kasus pembunuhan terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.