Suara.com - Kementerian Agama (Kemenag) berencana menaikkan biaya haji 2023 menjadi kisaran Rp 69 juta per orang. Wacana ini mencuat karena adanya perubahan harga transportasi dan akomodasi global.
Tak hanya itu, membludaknya jemaah yang mendaftar sehingga alokasi subsidi juga meningkat. Untuk menanggulangi hal tersebut, Kemenag pun akhirnya membuat wacana akan menaikkan biaya haji dengan alokasi 70-30 dari alokasi subsidi dengan biaya yang dibayarkan masyarakat.
Namun, hingga kini wacana Kemenag tersebut masih ditentang banyak orang, terutama para jamaah yang sudah membayarkan biaya haji dengan lunas sejak lama.
Simak inilah 5 fakta kenaikan biaya haji selengkapnya.
Baca Juga: Geger Wacana Kemenag Mau Naikkan Biaya Haji, KPK 'Turun Gunung' Beri Pesan Ini
1. Kenaikan mencapai 73%
Rancangan kenaikan biaya haji ini bahkan mencapai hampir 73% dari biaya awal yaitu kisaran Rp39 juta untuk keberangkatan 2022, sedangkan rancangan biaya haji 2023 mencapai Rp69 juta perorang.
Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah, menyatakan bahwa usulan biaya 70-30 dari total harga ini sebenarnya sudah dipertimbangkan.
"Oleh karena itu, mengapa usulannya menjadi 70-30? Karena memang kalau dilihat dari angka, nilai manfaat yang didistribusikan di 2022 sebenarnya sekitar hampir Rp 60 juta. Kalau kurang lebih disamakan di 2023 ya memang, kalau itu yang harus dibayarkan, memang Rp 60 juta sampai Rp 70 juta yang harus diasumsikan jika usulannya adalah 70-30" ungkap Fadlul dalam rapat bersama Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat pada Kamis, (26/01/2023) kemarin.
2. Ma'ruf Amin benarkan kenaikan biaya haji
Baca Juga: Hadir dalam RDP dengan DPR RI, Kepala BPKH Sebut Alasan Kenaikan Biaya Haji
Di sisi lain, Wakil Presiden Indonesia Ma'ruf Amin pun telah mengetahui soal isu kenaikan biaya haji ini. Ia pun membenarkan adanya kenaikan biaya subsidi haji.
"Kemarin itu, subsidi yang diberikan untuk biaya haji itu terlalu besar, 59 persen. Karena itu maka hasil pengembangan dana haji itu terambil banyak," ungkap Ma'ruf.
Namun, Ma'ruf Amin sendiri mengungkap kenaikan ini memang wajar dilakukan demi mencapai subsidi tepat guna yang kini sedang menjadi fokus pemerintah.
"Saya harapkan nanti ketemu besaran yang lebih rasional untuk subsidi yang bisa dipahami oleh para jemaah haji dan berkelanjutan juga," lanjutnya.
3. Fadli Zon protes
Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon pun menyoroti wacana ini dan mengungkap bahwa Kemenag menyalahi prinsip pengelolaan dana haji.
"Usulan Kemenag tentang menaikkan porsi pembiayaan yang ditanggung jamaah lebih besar 73 persen dari sebelumnya sangatlah tidak bijaksana dan menyalahi prinsip tata kelola penyelenggaraan haji sesuai Undang-Undang" ungkap Fadli Zon dalam keterangannya, Jumat (27/01/2023).
Tak hanya itu, Fadli pun mengungkap bahwa pemerintah Arab Saudi sendiri sudah mengumumkan penurunan biaya haji sebesar 30% sehingga tidak relevan dengan alasan Kemenag yang menaikkan biaya haji.
4. Perbandingan biaya haji Indonesia dengan negara lain
Untuk memberikan perbandingan, Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah jamaah haji terbesar di dunia tercatat mempunyai biaya haji yang tidak terlalu tinggi, terutama dengan wacana kenaikan biaya haji oleh Kemenag.
Jika dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia dan Brunei, biaya haji dari jamaah Indonesia sendiri termasuk yang cukup rendah biaya, karena untuk jamaah Malaysia sendiri setiap orangnya wajib membayar kisaran Rp 100 juta, untuk jamaah dari Amerika Serikat mencapai Rp150 juta, sedangkan untuk negara Brunei Darussalam bahkan mencapai Rp176 juta per orang.
5. Kemenag sebut ganti orang jika tidak sanggup bayar
Hal yang paling disoroti dari wacana kenaikan biaya haji ini adalah pernyataan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama atau Kemenag, Hilman Latief yang mengungkap bahwa setiap jamaah yang tidak sanggup membayar biaya haji yang baru lalu mundur maka akan digantikan dengan orang lain.
"Kalau ada yang mundur, maka ada yang naik penggantinya," ungkap Hilman dalam pernyataannya.
Kini, Kemenag dan pemerintah sendiri sedang mengkaji ulang wacana kenaikan agar tidak menjadi polemik di masyarakat.
Kontributor : Dea Nabila