Suara.com - Almarhum Muhammad Hasya Atallah Saputra mahasiswa FISIP Universitas Indonesia (UI) dijadikan tersangka pada peristiwa kecelakaan yang melibatkan mantan Kapolsek Cilincing AKBP (Purn) Eko Setia Budi Wahono.
Pihak kuasa hukum dan keluarga merasa janggal atas keputusan kepolisian itu, sebab menurut mereka Hasya yang meninggal dunia seharusnya menjadi korban. Tidak terima atas hal itu, tim kuasa hukum dan keluarganya menyiapkan langkah hukum untuk mencari keadilan.
Salah salah satu kuasa hukum keluarga Hasya, Gita Paulina, mengatakan, jika praperadilan menjadi salah satu upaya yang bisa dilakukan. Namun hal itu masih menjadi pertimbangan mereka.
"Praperadilan itu kan salah satu komponen yang bisa dilakukan. Tadi saya sempat state(men) bahwa kami akan ada tindakan upaya hukum, tapi memang kami tidak bisa untuk sampaikan saat ini," kata Gita kepada wartawan di Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat pada Jumat (27/1/2023).
Dia bilang, mereka masih mendalami temuan kejanggalan pada proses hukum meninggalnya Hasya.
"Karena memang, beberapa kami ada beberapa temuan yang masih kami gali dan kami peroleh bahwa kasus ini memang sangat-sangat tidak sesuai dengan aturan yang ada," tegasnya.
Gita mengungkap, pihaknya mengetahui penetapan Hasya sebagai tersangka berdasarkan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) yang dikirimkan Polres Jakarta Selatan pada 17 Januari 2023. Namun, surat itu dikirimkan secara dua kali, pertama pada sore dengan surat yang tidak dibubuhi stempel.
"Yang diterima di sore hari oleh keluarga belum terdapat stempel Satlantas Polres Jaksel. Sementara yang malam hari, SP2HP itu sudah dibubuhi stempel Satlantas Polres Jaksel," ungkapnya.
Adapun Pasal yang disangkakan kepada Hasya, yaituPasal 310 ayat (3) dan (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU Lalu Lintas”). Bahwa Pasal 310 ayat (3) dan (4) UU Lalu Lintas menyatakan:
1. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).