Geger Masa Jabatan Kades, Jokowi Diperingatkan Jangan Makar pada Konstitusi Secara Halus

Kamis, 26 Januari 2023 | 17:21 WIB
Geger Masa Jabatan Kades, Jokowi Diperingatkan Jangan Makar pada Konstitusi Secara Halus
Massa dari Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2023).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mencuatnya wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa atau kades dari 6 tahun menjadi 9 tahun telah memicu kontroversi. Terlebih gagasan itu ramai dikabarkan telah 'direstui' oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Gegernya wacana masa jabatan kades diperpanjang itu mendapatkan kritikan dari Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik, Achmad Nur Hidayat. Ia menilai wacana yang digaungkan oleh kepala desa itu sudah di luar logika demokrasi di Tanah Air. Ini karena aspirasi itu tidak datang dari rakyat, melainkan pemimpin.

“Secara nalar, aspirasi perpanjangan (masa jabatan) dari kepala desa ini adalah hal yang bertolak belakang dengan logika demokrasi, di mana penguasa meminta masa jabatan yang lebih panjang. Bukan rakyat yang dipimpinnya yang menghendaki,” kata Achamd melalui pernyataan tertulisnya, Kamis (26/1/2023).

“Adapun alasan-alasan yang dilontarkan oleh berbagai pihak (pendukung perpanjangan masa jabatan kades) tidak cukup kuat untuk melegitimasi perpanjangan tersebut,” tegasnya.

Baca Juga: 5 Fakta Kaesang Pangarep, Siap Terjun ke Politik Susul Jokowi dan Gibran

Achmad pun turut memberikan peringatan kepada pemimpin, yakni Presiden Jokowi untuk tidak menyetujui wacana itu. Menurutnya, wacana itu juga merugikan calon pemimpin potensial lainnya yang benar-benar ingin bergerak memajukan bangsa.

Ditambah usulan tersebut dinilai sangat paradoks dengan masa jabatan presiden dan kades yang sudah ditetapkan selama 5 tahun.

“Jika 9 tahun masa jabatan dan kepala desa bisa terpilih 2 periode maka dia akan memimpin selama 18 tahun. Ini tentunya akan menghalangi pembaharuan-pembaharuan dan menyia-nyiakan potensi pemimpin-pemimpin potensial di desa,” jelasnya.

Achmad juga menangkis alasan Kades Poja, NTB, Robi Darwis yang menyebut masa jabatan 6 tahun terlalu singkat, sehingga jika ditambah menjadi 9 tahun bisa membantu mengurangi persaingan politik. Menurutnya, alasan tidak bisa diterima.

“Alasan polarisasi seperti di atas akibat pemilihan kades tentunya hal yang tidak cukup kuat untuk dijadikan alasan perpanjangan masa jabatan kades,” tegas Achmad.

Baca Juga: Kang Dedi Mulyadi Tanggapi Isu Perpanjangan Masa Jabatan Kades Jadi 9 Tahun: Terlalu Lama

"Jika masalahnya hanya itu saja maka harusnya ada upaya sosialisasi demokrasi yang sehat bagi masyarakat sehingga masyarakat mempunyai kesadaran berpolitik yang benar, bukan dengan memperpanjang masa jabatan kades,” tambahnya.

Ia pun mewanti-wanti Presiden Jokowi selaku pemimpin untuk tidak mendorong DPR melakukan amandemen. Pasalnya, hal itu juga bisa dianggap sebagai upaya makar terhadap konstitusi secara halus.

“Jika analoginya sama maka hal ini akan dijadikan alasan oleh penguasa untuk memperpanjang masa jabatan dan secara halus mendorong DPR untuk amandemen terhadap Undang-Undang,” pesannya.

“Ini adalah upaya makar terhadap konstitusi secara halus. Jelas-jelas upaya penguasa yang ingin berkuasa lebih lama adalah langkah otoritarian,” pungkas Achmad.

Disclaimer:

Artikel ini merupakan kerja sama Suara.com dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI