Suara.com - Mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo menyampaikan rasa penyesalannya saat membacakan nota pembelaannya atau pleidoinya di kasus pembunuhan berencana Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat.
Dalam pleidoinya, Sambo mengaku kerap merenung di sel tahanannya usai duduk sebagai terdakwa di kasus ini. Dia menyadari kehidupannya manusia begitu rapuh.
"Di dalam jeruji tahanan yang sempit saya terus merenungi betapa rapuhnya kehidupan saya sebagai manusia," kata Sambo si ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2023).
Padahal, kata Sambo, kehidupannya saat masih bertugas menjadi anggota Polri begitu terhormat. Namun, semua itu berubah ketika dia terseret di kasus pembunuhan berencama Brigadir Yosua.
"Tak pernah terbayangkan jika sebelumnya kehidupan saya yang begitu terhormat dalam sekejap terperosok dalam nestapa dan kesulitan yang tidak terperikan," ucap Sambo.
Sambo merasa rasa penyesalan itu selalu menyelimutinya. Dia mengaku hanya ditutupi oleh amarah ketika mengetahui istrinya Putri Candrawathi diperkosa oleh Brigadir Yosua.
"Demikianlah penyesalan kerap tiba belakangan, tertinggal oleh amarah dan murka yang mendahului," terang Ferdy Sambo.
Dalam sidang sebelumnya, Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Jaksa menyatakan tidak ada satupun hal yang dapat meringankan hukuman Sambo yang dituntut penjara seumur hidup.
Baca Juga: Ferdy Sambo di Sidang Pleidoi: Saya Dituduh Secara Sadis, Seolah Penjahat Terbesar Sepanjang Sejarah