Suara.com - Ratusan warga di wilayah Stockholm, menggelar protes terhadap Turki dan upaya Swedia untuk masuk NATO dengan cara membakar Al-Quran, pada Sabtu, 19 Januari 2023. Lantas bagaimana hukum membakar Al-Quran di dalam Islam?
Aksi ini kemudian memicu kemarahan dari Turki dan seluruh tokoh Muslim mulai kepala negara, politisi, pegiat dakwah, cendekiawan pro Muslim dan juga sekuler, semuanya mengecam aksi keji itu. Berikut penjelasan tentang hukum membakar Al-Quran di dalam Islam.
Al-Quran adalah firman Allah SWT yang disampaikan langsung kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Quran ditulis di mushaf atau lembaran dan disampaikan kepada manusia secara mutawatir tanpa sedikitpun keraguan padanya.
Berdasakan pengertian di atas Al-Quran merupakan pesan atau perkataan Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Wahyu ini dihafalkan kemudian dikumpulkan dan ditulis di dalam mushaf berupa lembaran. Dengan demikian, wahyu Allah yang pada awalnya berbentuk perkataan kemudian dijadikan tulisan dan kini kita sebut sebagai mushaf Al-Quran.
Baca Juga: Profil Rasmus Paludan, Politikus Swedia Berkali-kali Beraksi Bakar Al Quran
Sebagai seorang Muslim kita memiliki kewajiban terhadap Al-Quran, diantaranya membaca, mengimani, mempelajari, mengamalkan, berhukum dengannya, mendakwahkannya serta mengajarkannya. Selain itu, umat muslim juga harus memuliakan dan menghormati kitab Al-Quran. Caranya yaitu dengan menjaga mushaf Al-Quran dan meletakkannya di tempat yang lebih tinggi dan mulia agar tidak mudah terhina atau dihinakan orang.
Tidak heran jika sebagai seorang Muslim, kita harus menghormati dan menghargai Al-Quran, termasuk mushafnya. Meskipun demikian, ada kalanya mushaf Al-Quran mengalami kesalahan penulisan. Atau kondisi lain Al-Quran tersebut sudah rapuh karena usianya yang tua. Bisa saja, Al-Quran tersebut lusuh atau koyak karena keseringan dibaca sehingga tidak lagi bisa dibaca atau dimanfaatkan.
Mushaf dengan kondisi ini pun berisiko untuk terinjak, teracak, tercampur dengan barang lain, hingga bisa saja terkena kotoran. Mengenai kondisi ini terdapat dua solusi yang bisa dilakukan. Pertama, Al-Quran ditanam dalam tanah dan opsi kedua yaitu di bakar.
Opsi yang pertama dipopulerkan oleh Mazhab Hanafi dan Hanbali. ALl-Quran yang sudau rusak dan sudah tidak lagi terpakai bisa ditanam di dalam tanah. Al-Hashkafi, salah satu imam bermazhab Hanafi dalam kitab ad-Durr al-Mukhtar mengungkapkan,
"Layaknya seorang Muslim, ketika tak lagi bernyawa, maka ia akan dikubur di dalam tanah. Perlakuan yang sama juga berlaku untuk mushaf Al-Quran. Jika sudah rusak dan sulit terbaca, maka hendaknya dibenamkan di dalam tanah. L
Adapun lokasi penguburan mushaf tersebut bukan berada di jalan yang sering dilalui oleh orang".
Baca Juga: Ngeri! Demonstran Di Swedia Bakar Al Quran, Indonesia Memberikan Kecaman Keras.
Pandangan yang sama juga disampaikan oleh Syekh Ibnu Taimiyyah. Penguburan Al-Quran yang rusak menjadi bentuk penghormatan. Sebagaimana manusia saat ia meninggal yang dimakamkan di lokasi aman.
Sedangkan, opsi kedua ialah dibakar. Alternatif pembakaran Al-Quran yang rusak ini banyak dilakukan di kalangan Mazhab Maliki dan Syafi'i. Adapum dasar mengenai pendapat mereka yakni merujuk terhadap keputusan Khalifah Usman bin Affan yang pernah membakar mushaf. Dari Bukhari dalam hadis sahihnya, mengatakan.
"Usman meminta Hafshah menyerahkan mushaf Al-Quran yang ia simpan. Khalifah ketiga itu pun menginstruksikan kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin al-'Ash, dan Abudur rah man bin al- Harits bin Hisyam untuk mengopi isi mushaf itu.
Kemudian, setelah proses penyalinan itu selesai, Usman memerintahkan mushaf-mushaf rusak yang berada di tangan sahabat untuk dibakar. Hal ini dilakukan guna mencari titik mufakat dan juga penyeragaman mushaf. Mush'ab bin Sa'ad, dari kitab al- Mashahif, menuturkan, jika masyarakat kala itu tidak setuju dengan adanya opsi pembakaran dan mendukung ide Usman".
Oleh Suyuthi dalam kitabnya al-Itqan fi Ulu mul Qur'an peristiwa tersebut dijadikan sebagai dasar diperbolehkannya pembakaran mushaf yang telah rusak. Ia berpendapat, jika lembaran-lembaran itu sudah rusak, tidak boleh hanya diselamatkan dengan cara meletakkannya di tempat tertentu. Hal ini di khawatirkan mushaf akan jatuh dan terinjak.
Alternatif menyobek juga dinilai kurang tepat. Pasalnya, sobekan mushaf masih akan menyisakan beberapa huruf atau kalimat. Hal ini bisa lebih menghina dan tidak menghormati Al-Quran. Sehingga dibakar menjadi solusi yang jauh lebih baik, menurutnya. Tindakannya tetsebut sama yang dilakukan Usman.
Komite Fatwa Kerajaan Arab Saudi (Lajnah al-Fatawa ad-Daimah) melalui kompilasi fatwanya menjelaskan, mushaf, kitab, dan kertas-kertas di mana tertulis ayat-ayat Alquran yang sudah tak terpakai, maka hendaknya dikubur di suat tempat yang aman, jauh dari lalu lintas ataupun lokasi yang menjijikkan. Alternatif lain yang bisa ditempuh yaitu dibakar. Hal ini merupakan bentuk penghormatan dan cara untuk menghindari perendahan Al-Quran.
Jadi, selagi pembakaran Al-Quran itu ada maslahat atau kebaikan, maka hal tersebut dibenarkan. Adapun maslahatnya di sini yaitu untuk menjaga kemuliaan kitab Al-Quran agar lembaran dari mushaf yang telah rapuh atau rusak tersebut tidak akan berserakan di sembarang tempat ataupun digunakan untuk segala hal yang tidak semestinya.
Selain itu, dasar lain yang mendukung membakar mushaf Al-Quran adalah sadd adz-dzari'ah, menyebutkan menutup jalan menuju kerusakan. Yang artinya, daripada mushaf Al-Quran terhinakan atau dihinakan sebab sudah rapuh dimakan usia, lapuk dan sudah tidak bisa di baca lagi, alangkah lebih baik jika dibakar saja supaya tidak terabaikan, terinjak, atau dibuang di tempat yang tidak layak.
Demikian tadi ulasan mengenai hukum membakar Al-Quran di dalam Islam. Al-Quran adalah kitab suci yang wajib dihormati, jadi jika tidak ada sebab tertentu yang mengharuskan membakar Al-Quran maka tindakan tersebut merupakan suatu kedzaliman terhadap kitab Allah SWT.
Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari