Suara.com - Wakil Ketua Partai Gelora, Fahri Hamzah, menilai bahwa upaya untuk mengubah sistem pemilu proporsional terbuka menjadi tertutup bisa menyebabkan ketidaksinambungan antar generasi. Menurutnya, sistem proporsional tertutup tidak lah aspiratif.
"Jangan percaya partai politik yang mengusulkan sistem proporsional tertutup akan aspiratif itu, bohong. Biarkan rakyat mengkombinasi sendiri siapa wakilnya. Jadi demokrasi terbuka tidak boleh diubah," kata Fahri dalam keterangannya, Sabtu (21/1/2023).
Fahri menyebut, jika kekinian sistem pemilu di Indonesia carut marut, lebih disebabkan pada manajemennya, bukan sistemnya.
Ia mencontohkan bagaimana pada pelaksanaan Pemilu Serentak, yang harusnya dipisah antara pemilihan legislatif dengan eksekutif, termasuk pemilihan kepala daerah.
Baca Juga: AHY Kritik Utang Luar Negeri, Fahri Hamzah: Kasihan Mas AHY Ngomong Sendiri
"Kita sendiri yang menciptakan keruwetan Pemilu, menciptakan politik transaksional (politik uang), menciptakan kelelahan menumpuk sehingga petugas Pemilu sampai 800-an meninggal pada Pemilu 2019 lalu. Itu semua menurut saya, bukan sistemnya, tapi karena buruknya manajemen," tuturnya.
Fahri menyebut, jika pada Pemilu 2024 Indonesia kembali menerapkan sistem proporsional tertutup, maka akuntabilitas politik akan rusak.
Sebab, kata dia, transaksi politik antara rakyat dan pemimpin harus dilakukan secara langsung, tidak melalui perantara partai politik.
"Mandataris hanya bisa muncul kalau pemberi dan penerimanya bisa saling berhubungan langsung," ujarnya.
Lebih lanjut, Fahri menyampaikan, bahwa sistem proporsional terbuka yang dipakai dalam beberapa pemilu terakhir sudah tepat.
Baca Juga: Siap-Siap! Eko Kuntadhi Duga Anies Baswedan vs Gibran Rakabuming di Pilkada DKI 2024
"Sistem demokrasi langsung memilih orang itu sudah benar. Itu auratnya demokrasi. Aurat itu harus dijaga, jangan malah yang tidak penting ditutup," pungkasnya.