Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan pembantaran Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe tidak menghambat proses penyidikan dugaan suap dan gratifikasi APBD Provinsi Papua yang menjeratnya.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut, pihaknya tetap dapat melakukan rangkaian penyidikan berupa pengumpulan alat bukti lewat pemeriksaan terhadap saksi-saksi.
"Menghambatnya dari sisi mana? Kalau kemudian dari sisi pengumpulan alat bukti, hari ini pun kami melalukan pemeriksaan," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK di Jakarta Selatan pada Jumat (20/1/2023).
Selain itu, soal durasi pembantaran Lukas Enembe di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta Pusat, Ali menyebut batasnya waktu merujuk pada rekomendasi tim dokter yang menangani.
"Kapan selesai? Sampai kemudian tim medis menyampaikan bisa kemudian dikembalikan kepada rumah tahanan (rutan), sebagaimana surat perintah penahanan itu di awal tadi untuk 20 hari pertama," kata Ali.
Dijelaskan Ali juga, masa pembantaran yang dijalani Lukas Enembe di rumah sakit tidak dihitung menjadi bagian waktu penahanannya.
"(Pembantaran) tidak dihitung sebagai waktu penahanan. Jadi tetap saja waktunya berjalan, justru kemudian di KPK sendiri dengan waktu misalnya 20 (penahanan pertama), kemudian lima hari dibantarkan, otomatis argo penahanannya ditambah lima hari," beber Ali.
Enembe Akhirnya Ditangkap
Pada Selasa (10/1/2023) lalu, KPK akhirnya menangkap Lukas Enembe di Papua. Penangkapan dilakukan setelah Lukas jadi tersangka pada September 2022.
Usai ditangkap, dia langsung dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat untuk menjalani pemeriksaan kesehatan. Setelah dua hari dirawat dengan status penahanan pembantaran, Lukas akhirnya dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Kamis (12/1/2023).
Namun terhitung sejak Selasa (17/1/2023) lalu, Lukas Enembe kembali dibantarkan ke RSPAD Gatot Soebroto, berdasarkan rekomendasi dokter KPK dan RSPAD. Kendati demikian, KPK mengklaim Lukas dalam keadaan stabil.
Lukas diduga menerima suap Rp1 miliar dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT TBP. Hal itu untuk mendapatkan tiga proyek pembangunan di Papua senilai Rp41 miliar. Lukas Enembe juga disebut menerima gratifikasi Rp10 miliar dari sejumlah pihak yang diduga masih berkaitan dengan sejumlah proyek APBD provinsi Papua.