Suara.com - Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) penjara 12 tahun kepada Richard Eliezer atau Bharada E membuat Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) Edwin Partogi angkat bicara. LPSK meminta jaksa merevisi tuntutannya menjadi yang paling rendah dari para terdakwa lainnya.
Diketahui, Bharada E mendapat tuntutan hukuman terberat kedua setelah Ferdy Sambo meski sudah menjadi justice collaborator. Ferdy Sambo dituntut hukuman seumur hidup, sementara Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal sama-sama dituntut 8 tahun penjara.
"Yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 pasal 10A ayat (3) dan 4, yaitu paling rendah di antara terdakwa lainnya,” kata Edwin ketika dihubungi oleh ANTARA dari Jakarta, Kamis.
Edwin mengungkapkan kekhawatirannya apabila Richard Eliezer dituntut lebih berat dari tiga pelaku lainnya.
Ia berpandangan bahwa penuntutan tersebut dapat mengakibatkan keraguan dalam pikiran para pelaku kejahatan yang hendak bekerja sama dalam mengungkap kasus dengan status justice collaborator.
“Nanti orang (pelaku kejahatan) jadi berpikir dua kali, sejauh mana menjadi justice collaborator berdampak pada pemidanaannya,” ucap Edwin.
Justice collaborator, tutur Edwin, seharusnya mendapatkan penghargaan atas kesaksiannya. Salah satu bentuk penghargaan tersebut adalah hukuman pidana yang lebih rendah dibandingkan pelaku lainnya.
"Mungkin di jaksa melihat kualitas perbuatannya yang disamakan dengan pelaku utama, bukan dari kontribusinya (sebagai justice collaborator)," tutur Edwin.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, tim Jaksa Penuntut Umum menuntut Richard Eliezer atau Bharada E untuk menjalani hukuman pidana 12 tahun penjara.
Baca Juga: LPSK Keberatan Bharada E Dituntut 12 Tahun Penjara: Tuntutan Jaksa Bias
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan pidana penjara selama 12 tahun," ucap Jaksa Penuntut Umum Paris Manalu saat membacakan tuntutan di hadapan Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (18/1).