Sidang Perdana Kasus Tragedi Kanjuruhan Dinilai Ganjil: Akses Pengunjung Terbatas, Ada Anggota Polri Jadi PH Terdakwa

Kamis, 19 Januari 2023 | 13:34 WIB
Sidang Perdana Kasus Tragedi Kanjuruhan Dinilai Ganjil: Akses Pengunjung Terbatas, Ada Anggota Polri Jadi PH Terdakwa
Perwakilan koalisi dari KontraS di kantor Komisi Yudisial. (Suara.com/Arga)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sidang perdana kasus Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang telah digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur pada Senin (16/1/2023) lalu. Namun, ada berbagai keganjilan yang dicatat oleh koalisi masyarakat sipil atas jalannya persidangan tersebut.

Koalisi yang terdiri dari LBH Pos Malang, LBH Surabaya, YLBHI, KontraS, Lokataru Foundation, dan IM57+ Institute pun mendorong Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan pengawasan atas jalannya persidangan. Tujuannya, agar proses persidangan dapat diakses secara luas oleh publik.

Perwakilan koalisi dari KontraS, Andi Muhammad Rezaldi mengatakan, berbagai keganjilan itu mulai dari akses yang terbatas untuk pengunjung hingga lima terdakwa yang dihadirkan secara daring. Tak hanya itu, ada temuan diterimanya anggota Polri sebagai penasihat hukum dalam persidangan pidana oleh Majelis Hakim.

"Kami telah mengajukan pengaduan atau permohonan berkaitan dengan berbagai keganjilan proses persidangan pidana yang saat ini sedang berjalan," kata Andi di kantor KY, Jakarta Pusat, Kamis (19/1/2023).

Baca Juga: Erick Thohir, La Nyalla atau Siapapun yang Terpilih, DPR Minta Ketum PSSI Tetap Harus Tanggung Jawab Tragedi Kanjuruhan

Terkait akses pengunjung yang terbatas, lanjut Andi, masyarakat sipil akhirnya tidak bisa melakukan pemantauan atau pengawasan atas proses yang berjalan. Padahal, azas sidang terbuka untuk umum telah ditegaskan dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

"Padahal kalau kita merujuk pada KUHP atau Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, proses persidangan itu harus terbuka untuk umum," ujar Andi.

Keganjilan kedua, terkait tidak dihadirkan para terdakwa secara langsung di ruang persidangan juga bertentangan dengan regulasi yang ada. Andi menyebut, dalam KUHP misalnya, mewajibkan untuk menghadirkan terdakwa di dalam proses persidangan.

"Juga dari segi urgensi memungkinkan untuk para terdakwa hadir di dalam persidangan pidana, terlebih lagi sekarang sudah dicabut keputusan berkaitan dengan kebijakan PPKM oleh pemerintah," tutur dia.

Terkait adanya anggota Polri yang menjadi penasihat hukum, koalisi menilai hal itu sebagai bentuk pembangkangan terhadap hukum. Sebab, anggota Polri tidak memiliki wewenang untuk melakukan pendampingan hukum dalam persidangan pidana.

Baca Juga: Komisi X DPR Bahas Tindak Lanjut Kasus Tragedi Kanjuruhan dengan Keluarga Korban

Andi mengatakan, hal itu bertentangan dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kata dia, profesi yang berhak mengenakan atribut toga dan melakukan pendampingan hukum dalam persidangan pidana adalah seorang advokat.

"Jadi pembiaran atau diterimanya anggota polri sebagai penasihat hukum menurut kami dapat merusak atau melecehkan sistem hukum di Indonesia," beber Andi.

Oleh sebab itu, koalisi meminta KY untuk melakukan pengawasan atau pemantauan secara langsung di Pengadilan Negeri Surabaya. Informasi teranyar, KY telah menerjunkan timnya untuk melakukan pengawasan karena kasus ini menjadi atensi yang perlu dipantau.

"Kami meminta kepada KY untuk memantau keganjikan tadi yg mengarah pada atensi pelanggaran hukum, karena kami khawatir dari berbagai keganjilan tadi, proses persidangan pidana didua hanya formalitas atau bisa dimaksudkan untuk gagal," imbuh dia.

Sidang Perdana

Dalam persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan terhadap lima orang terdakwa. Mereka Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Petugas Keamanan Kanjuruhan Suko Sutrisno dan Danki 3 Brimob Polda Jawa Timur nonaktif AKP Hasdarman.

Kemudian, Kabag Ops Polres Malang nonaktif Kompol Wahyi Setyo Pranoto dan Kasat Samapta Polres Malang nonaktif AKP Bambang Sidik Achmadi. Dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan itu, JPU menjerat kelimanya dengan pasal kelalaian, yakni Pasal 359 KHUP.

JPU menilai, para terdakwa lalai sehingga mengakibatkan kematian orang. Dalam Tragedi Kanjuruhan ini sebanyak 135 orang tewas.

"Karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati," kata Hari Basuki salah satu jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya.

Menanggapi dakwaan JPU, Adikarya Tobing selaku penasihat hukum tiga terdakwa dari unsur kepolisian akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi yang disampaikan pada Jumat (20/1/2023) mendatang.

"Kami dari tim pendamping kuasa hukum tiga terdakwa dakwaan JPU dan sepakat melakukan eksepsi atas surat dakwaan yang sudah dibacakan kepada majelis hakim," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI