Suara.com - Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI, Fadil Zumhana, membeberkan alasan jaksa penuntut umum (JPU) menuntun Putri Candrawathi lebih ringan daripada Bharada E atau Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Salah satu alasannya karena Putri dianggap tidak berperan aktif dalam kasus pembunuhan tersebut.
"Dia (Putri) ada di kamar ketika itu. Ini fakta persidangan loh ya. Tapi dia (Putri) mengetahui ada rencana pembunuhan, sehingga kita jerat dia dengan Pasal 340," kata Fadil di Kejaksaan Agung RI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (18/1/2023).
Menurut Fadil, Putri seperti halnya dua terdakwa lainnya yakni Ricky Rizal dan Kuat Maruf. Berbeda dengan Richard selaku pelaksana atau eksekutor dan Ferdy Sambo selaku dader atau perencanaan.
Baca Juga: Tuntutan Jaksa ke Ferdy Sambo Cs Timbulkan Pro Kontra, Kejagung Ogah Disebut Polemik
"Ini yang perlu digarisbawahi kenapa (Putri hanya dituntut) 8 tahun, itu ada parameternya dari jaksa. Saya nggak mungkin cerita apa parameternya, tapi itulah keyakinan jaksa berdasarkan alat bukti," ungkap Fadil.
Jaksa Bantah Masuk Angin
Sebagaimana diketahui, dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Yosua, jaksa menuntut Ferdy Sambo dengan pidana penjara sumur hidup dan Richard dengan hukuman 12 tahun penjara. Sedangkan Putri, Kuat, dan Ricky dituntut 8 tahun penjara.
Fadil mengklaim jaksa telah menangani perkara ini sesuai aturan. Dia menegaskan tak ada istilah 'masuk angin' dalam penanganannya.
"Bagiamana perkara yang menarik perhatian, negara asing juga memperharikan ini pak. Ini pertaruhan lembaga pak. Gila apa, yang masuk angin mungkin dia suka keluar malam," ujar Fadil.
Fadil juga menilai tudingan atau anggapan miring terhadap jaksa masuk angin tersebut terbantahkan dengan isi tuntutan maksimal yang telah dijatuhkan terhadap Ferdy Sambo.
"Tidak ada yang masuk angin! Tuntutan maksimal, gimana masuk angin," pungkasnya.