Suara.com - Sepasang pelajar SMP 01 Ciawi Bogor, yang menampilkan tarian dansa viral di media sosial. Hal ini membuat publik geger dan menganggapnya telah menyebarkan budaya asing yang bisa merusak generasi bangsa.
Tanggapan negatif itu tak hanya di kaitkan dengan budaya, tetapi juga dengan agama. Padahal apa yang mereka lakukan adalah dance sport. Olahraga ini bahkan memiliki tempat bernaung di Indonesia.
Di sisi lain, kedua remaja itu rupanya sudah sempat mengikuti lomba PORPROV XIV JABAR 2022. Mereka bahkan berhasil menyumbangkan tiga Medali Emas untuk SMP 01 Ciawi Bogor. Lalu, apa itu dance sport?
Mengenal Dance Sport
Baca Juga: Beri Dukungan, Agnez Mo Ingin Temui Siswa SMPN 1 Ciawi yang Dituding Rusak Generasi karena Dansa
Dance sport merupakan olahraga yang mengombinasikan gerakan tari dengan penguasaan teknik dan stamina fisik. Maka, pertunjukkan artistik yang serasi dengan musik pengiringnya akan tercipta.
Prinsip dasar dance sport hampir mirip dengan senam ritmik atau bahkan pencak silat. Sebagai salah satu cabang olahraga, dansa juga pastinya membutuhkan keterampilan fisik, stamina dan energi yang kuat, serta kesesuaian teknik.
Awal Mula Dance Sport
Mulanya, dansa hanya dilakukan untuk kegiatan sosial, yakni agar warga bisa saling berbaur. Namun, pada awal abad ke-20, seorang pengusaha asal Prancis, Camille de Rhynal dan beberapa penari menjadikannya sebagai sebuah kompetisi.
Sejak saat itu, dansa dibagi menjadi dua kelompok, yakni dansa sosial dan olahraga dansa (dance sport). Adapun kejuaraan dunia olahraga ini pertama kali digelar pada tahun 1936 di Bad Nauheim, Jerman. Pesertanya sendiri adalah 15 pasang penari dari 15 negara di tiga benua.
Baca Juga: Agnez Mo Bela Siswa Dansa di Bogor yang Disebut Generasi Rusak, Ingin Bertemu Langsung
Dance sport sempat terhenti karena Perang Dunia Kedua. Namun, begitu suasana kembali kondusif, olahraga ini terus berkembang ke seluruh penjuru dunia. Adapun organisasi yang menaunginya, yaitu World DanceSport Federation (WDSF).
Jenis Dance Sport
Dance sport dibagi menjadi beberapa kategori. Jenis pertama adalah International Style Latin yang terdiri dari Samba, Cha cha cha, Rumba, Paso Doble, dan Jive. Lalu, ada pula Internasional Style Standard yang mencakup Waltz, Tango, Viennese waltz, Slow Foxtrot, dan Quickstep.
Selanjutnya, dance sport juga memiliki dua jenis lainnya, American Smooth yang terdiri dari Waltz, Tango, Foxtrot, dan Viennese Waltz. Terakhir, ada Carribean Mix yang dibagi menjadi Salsa, Merengue, serta Bachata.
Manfaat Dance Sport
Bukan sembarang menggerakan tubuh yang disesuaikan dengan irama musik, dance sporce t juga memiliki beragam manfaat. Olahraga ini tergolong latihan kardio, sehingga dapat memperkuat otot jantung dan melindunginya dalam jangka panjang.
Lalu, dengan berdansa, kemampuan daya ingat bisa meningkat. Dengan begitu, dance sport dapat mencegah terjadinya pikun atau gangguan kognitif lainnya. Tak hanya itu, kesehatan mental, seperti depresi, anxiety, atau stres pun mampu diatasi.
Dance Sport di Indonesia
Di Indonesia sendiri, olahraga ini juga sudah tersedia. Jika dance sport secara global diurus oleh WDSF, di bumi pertiwi juga memiliki organisasi yang membawahinya. Mereka tergabung dalam Ikatan Olahraga Dancesport Indonesia (IODI).
Indonesia sudah berlaga di lantai dance sport sejak 1998. Tepatnya saat olahraga ini pertama kali masuk sebagai kategori perlombaan di Asia Games, Thailand. Indonesia mengirim dua pasang atlet, Erwan dan Yulia yang serta Djaka dan Minarni.
Sejak saat itu, Indonesia terus mengirimkan atlet terbaiknya di berbagai kejuaraan dunia, termasuk SEA Games dan Asian Indoor Games. Tim ini hingga tahun 2013 tidak pernah membawa pulang medali. Pencapaian terjauh hanya sampai babak final.
Selang enam tahun, tim dance sport Indonesia akhirnya meraih medali pertama. Dwi Cindy Desyana adalah sosok yang berhasil membawa medali emas pada kategori B-Girl Adult di ajang SEA Games 2019 Filipina.
Namun sayangnya, meski telah berhasil mengalahkan Debbie Mahinay, dengan skor 3-2, kemenangan Cindy dianggap tidak sah karena kategori tersebut hanya diikuti oleh dua peserta.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti