Suara.com - Presiden Joko Widodo menyentil para kepala daerah mengenai kesulitan sebagian umat beragama yang ingin mendirikan rumah ibadah.
Hal itu disampaikan Jokowi ketika memberikan arahan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepala Daerah dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Sentul International Convention Center (SICC), Kabupaten Bogor, pada Selasa (17/1/2023).
Dalam kesempatan itu, Jokowi menyatakan masih mendengar adanya kabar warga yang masih kesulitan ketika ingin mendirikan rumah ibadah sesuai dengan keyakinannya.
Dalam dalam forum itu, presiden juga menegaskan kalau kebebasan beribadah merupakan hak setiap warga negara dan berlaku untuk agama apapun.
Baca Juga: CEK FAKTA: Mahasiswa Paksa Jokowi Mundur Tidak Hormat sampai Istana Hancur Total, Benarkah?
"Kemudian ini mumpung juga ketemu bupati dan wali kota. Mengenai kebebasan beribadah dan kebebasan beragama. Ini hati-hati. Ini yang beragama Kristen, Katolik, Hindu, dan Konghucu, hati-hati. Ini memiliki hak yang sama dalam beribadah. Memiliki hak yang sama dalam hal kebebasan beragama dan beribadah," kata Jokowi dalam Rakornas.
Tanya hanya menyentil soal sulitnya mendirikan rumah ibadah, Jokowi juga menegaskan kalau hak beribadah semua agama di Indonesia dijamin oleh konstitusi.
Ia meminta agar semua kepala daerah memahami hal tersebut, sehingga tidak ada lagi kasus pendirian rumah ibadah yang dipersulit, terlebih jika konstitusi dikalahkan oleh kesepakatan.
"Beragama dan beribadah itu dijamin oleh konstitusi kita, dijamin oleh UUD 1945 Pasal 29 ayat 2. Sekali lagi dijamin oleh konstitusi. Ini harus ngerti. Dandim, kapolres, kapolda, pangdam harus ngerti ini, kejari-kejati. Jangan sampai yang namanya konstitusi itu kalah oleh kesepakatan. Konstitusi tidak boleh kalah dengan kesepakatan," tuturnya.
Lantas seperti apa aturan mendirikan rumah ibadah di Indonesia? Berikut ulasannya.
Baca Juga: Jokowi Ingin Segera Sahkan RUU Pekerja Rumah Tangga
Dasar hukum pendirian rumah ibadah di Indonesia
Hingga kini aturan mendirikan rumah ibadah di Indonesia masih mengacu pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 8 dan 9 Tahun 2006.
Aturan tersebut dikenal dengan sebutan SKB 2 Menteri tentang pendirian rumah ibadah. Dalam Pasal 13 ayat 1 SKB itu disebutkan bahwa pendirian rumah ibadah harus didasari pada pertimbangan dan keperluan nyata, berdasarkan komposisi jumlah penduduk di sebuat wilayah kelurahan atau desa.
Selain itu, pendirian rumah ibadah juga harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis, seperti disebutkan dalam Pasal 14 ayat 1.
Syarat mendirikan rumah ibadah
Selanjutnya dalam ayat 2 juga dijelaskan sejumlah persyaratan khusus yang harus dipenuhi ketika ingin mendirikan rumah ibadah, yakni:
- daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat;
- dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
- rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota;
- dan rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.
Dalam aturan itu juga disebutkan, jika persyaratan pertama sudah terpenuhi, sementara persyaratan kedua belum, maka pemerintah daerah setempat wajib memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah.
Selain persyaratan berdasarkan peraturan di atas, terdapat juga sejumlah persyaratan administratiflainnya yang harus dipenuhi, yakni:
- Surat Pernyataan Kesanggupan mematuhi ketentuan teknis dan menanggung resiko kontruksi bangunan (format IMB 2) bermaterai cukup.
- Menunjukkan sertifikat hak atas tanah/akta Jual beli.
- Bukti lunas pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB)-P2 tahun berjalan.
- Gambar rencana arsitektur bangunan (Denah, tampak, dan Potongan Skala 1:100 atau 1:200) format DWG/format CAD.
- Perhitungan dan gambar rencana konstruksi serta laporan hasil penyelidikan tanah untuk jenis bangunan bertingkat di atas 4 lantai.
- Perhitungan dan gambar rencana konstruksi serta laporan hasil penyelidikan tanah untuk jenis bangunan bertingkat di atas 4 lantai.
- Izin lingkungan/SPPL Dinas LH.
- IMB terdahulu dan gambar bangunan gedung bila bermaksud bongkar-berdirikan/perubahan fungsi, memperluas/memperbaiki bangunan gedung.
- Saran teknis penggunaan dan pemanfaatan rumija dan/atau saran teknis penataan drainase dari perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang.
- Saran teknis lalu lintas atau rekomendasi penilaian analisis dampak lalu lintas dari perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang perhubungan.
- Rencana Tapak/Siteplan yang telah disahkan bagi yang memenuhi kriteria siteplan untuk luas lahan di atas 750 m2.
- Saran teknis penggunaan dan pemanfaatan rumija dan/atau saran teknis penataan drainase dari perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang.
Aturan itu juga menyebutkan, panitia pembangunan rumah ibadah juga harus mengajukan permohonan izin pembangunan rumah ibadah itu secara daring, dengan jangka waktu penyelesaian izin dilakukan dalam 14 hari kerja.
Setelah itu, bupati/wali kota atau kepala daerah setempat akan memberikan keputusan paling lambat 90 hari sejak permohonan pendirian rumah ibadah dilakukan.
Penyelesaian perselisihan dalam pendirian rumah ibadah
Jika dalam pendirian rumah ibadah ada perselisihan antara yang mendirikan dengan warga atau pihak lain, maka hal itu harus diselesaikan secaramusyawarah oleh masyarakat setempat.
Namun jika musyawarah tersebut tidak tercapai kata sepakay, bupati/wali kota harusturun tangan dengan dibantu kepala departemen agama, melalui musyawarah yang adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat FKUB.
Jika masih belum tercapaikata sepakat juga, maka penyelesaian perselisihan harus melalui pengadilan setempat.
Kontributor : Damayanti Kahyangan