Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan menjerat kuasa hukum Gubernur Papua, Lukas Enembe secara pidana. Hal itu berkaitan dengan sejumlah pernyataan kuasa hukumnya yang dinilai bertolak belakang dengan kondisi kesehatan Lukas Enembe.
"Kalau yang namanya tersangka dan penasehat hukumnya yang berbicara tidak fakta, ini akan kami kaji juga apakah yang bersangkutan masuk kategori merintangi proses penyidikan," kata Deputi Penindakan KPK, Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (17/1/2023) kemarin.
Sebelumnya, pada beberapa kesempatan salah satu kuasa hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona menyebut kondisi kliennya dalam keadaan sakit menjalani penahanan dan pemeriksaan oleh penyidik KPK.
Pada pemeriksaan Lukas Enembe sebagai tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Petrus menyebut kondisi kliennya membuat ibah. Karena harus dibantu ke toilet.
Baca Juga: Polemik Soal Kesehatan Lukas Enembe, KPK: Tak Perlu Berobat Ke Luar Negeri, Cukup Di RSPAD
Kemudian saat menjenguk Lukas di rumah tahanan (Rutan) KPK, dia menyebut Lukas Enembe tidak dapat beraktifitas secara mandiri. Kliennya harus dibantu oleh petugas rutan, bahkan untuk mengganti popoknya.
Beberapa pernyataan Petrus sempat dibantah oleh Kepala Bidang Pemberitaan KPK Ali Fikri, dia menyebut Lukas Enembe dalam kondisi baik untuk menjalani penahanan dan pemeriksaan.
Lukas Enembe Akhirnya Ditangkap Dan Ditahan
Pada Selasa (10/1) lalu, KPK akhirnya menangkap Lukas Enembe di Papua. Penangkapan dilakukan setelah Lukas jadi tersangka pada September 2022.
Usai ditangkap, dia langsung dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat untuk menjalani pemeriksaan kesehatan. Setelah dua hari dirawat dengan status penahanan pembantaran, Lukas akhirnya dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Kamis (12/1).
Baca Juga: Uang Korupsi Lukas Enembe Diperkirakan Capai Rp1 Triliun, KPK Telisik Dugaan Alirannya ke OPM
Lukas diduga menerima suap Rp 1 miliar dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT TBP. Hal itu untuk mendapatkan tiga proyek pembangunan di Papua senilai Rp 41 miliar.
Temuan KPK, Lukas juga disebut menerima gratifikasi Rp 10 miliar dari sejumlah pihak yang diduga masih berkaitan dengan sejumlah proyek APBD provinsi Papua.