Suara.com - Jaksa penuntut umum (JPU) menyebut eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dalam kondisi tenang dan sadar ketika menyampaikan rencananya untuk membunuh Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat kepada Bharada Richard Eliezer.
Keterangan itu disampaikan jaksa ketika membacakan analisa berkas tuntutan Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).
Momen itu diketahui terjadi di rumah pribadi Sambo di Saguling, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022. Awalnya, pada saat itu Sambo memangil ajudannya Bripka Ricky Rizal lalu menceritakan jika istrinya Putri Candrawahti sudah dilecehakan Yosua sewaktu berada di Magelang.
Awalnya Sambo meminta Ricky untuk menembak Yosua, namun kala itu Ricky mengaku tidak mampu melakukan perbuatan itu. Kemudian suami dari Putri Candrawathi itu memerintahkan Ricky memanggil Richard.
Singkat cerita, Richard pun datang menghadap Sambo. Eks Kadiv Propam itu bertanya mengenai kejadian yang menimpa istrinya kepada Richard.
"Saat bertemu kemudian terdakwa Ferdy Sambo menanyakan tentang kejadian di Magelang. Yang dijawab saksi Richard Eliezer 'Tidak tahu pak'," kata jaksa.
Pada momen inilah, jaksa menilai Sambo dengan tenang menyampaikan skenario pembunuhan Yosua kepada Richard. Jaksa menyebut Sambo bertanya apakah Richard sanggup menembak Yosua.
"Kemudian terdakwa Ferdy Sambo berpikir dengan tenang, menyampaikan rencananya kepada saksi Richard Eliezer, yang terlebih dahulu menceritakan peristiwa Magelang," jelas jaksa.
"Kemudian saudara Ferdy Sambo secara sadar dan tenang menyampaikan maksud atau niatnya kepada saksi Richard Eliezer, dengan perkataan 'Kamu sanggup nggak tembak Yosua?', dijawab 'Siap komandan'," sambungnya.
Baca Juga: Kubu Arif Rachman Batal Hadirkan Saksi Ahli, Hakim Murka: Waktu Mepet! Sidang Sebelah Sudah Tuntutan
Untuk diketahui, Sambo menjalani sidang tuntutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua hari ini.
Sambo didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua bersama Bripka Ricky Rizal, Bharada Richard Eliezer, Putri Candrawathi dan Kuat Maruf.
Mereka didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Kelimanya terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.