Suara.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengingatkan pemerintah untuk memberikan perhatian khusus terhadap kerentanan dan kebutuhan spesifik perempuan, terutama korban kekerasan seksual dalam kasus pelanggaran HAM berat yang telah diakui Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini mengatakan, dari ringkasan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat (PPHAM), terdapat pengakuan tentang perkosaan dan kekerasan seksual lainnya. Hal itu menurutnya, bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai tindakan yang merupakan bagian dari tindakan pelanggaran HAM yang berat.
"Komnas Perempuan mencatat bahwa sejumlah perempuan korban telah menjadi lansia dan penyandang disabilitas dan tanpa dukungan dari pihak manapun," kata Theresia dalam keterangannya, Senin (16/1/2023).
Pendataan terpilah para korban pelanggaran HAM masa lalu termasuk perempuan dan lansia, harus dilakukan, kata Theresia, sebagai langkah konkret awal pemenuhan hak-hak korban.
"Komnas Perempuan juga mengenali bahwa sejumlah perempuan korban kekerasan seksual dalam pelanggaran HAM Berat, seperti dalam kasus Tragedi Mei 1998, masih takut dan enggan untuk diidentifikasi," ujarnya.
Oleh sebab itu, dibutuhkan proses-proses penguatan pada jaminan perlindungan dan dukungan bagi saksi dan korban, maupun komunitas terdampak. Hal itu dapat dilakukan dengan pendekatan formal maupun kultural, sehingga tidak hanya terbatas pada lembaga yang berwenang untuk itu.
Agar dapat mengetahui lebih jauh kerentanan dan kebutuhan spesifik perempuan korban, pemerintah dapat mengacu pada laporan pemantauan Komnas Perempuan. Kata Theresia, mereka telah melakukan pemantauan pada kondisi perempuan dalam berbagai peristiwa yang berindikasi pelanggaran HAM Berat.
"Pemantauan ini menyasar pada perempuan korban baik langsung maupun tidak langsung, di antaranya mengenai perkosaan dan kekerasan seksual lainnya, stigmatisasi, penghilangan hak-hak sipil politik dan sosial ekonomi dan perampasan properti, serta dampak penderitaan atas penculikan dan penghilangan paksa anggota keluarganya," paparnya.
"Termasuk di dalam laporan pemantauan itu adalah yang terkait dengan peristiwa 1965, Tragedi Mei 98, dan peristiwa Rumah Geudong di Aceh 1989," imbuhnya.
12 Pelanggaran HAM Berat