Cerita Pandawa Boyong, Kapolri dan Para Jenderal Bermain Wayang Orang

Senin, 16 Januari 2023 | 14:31 WIB
Cerita Pandawa Boyong, Kapolri dan Para Jenderal Bermain Wayang Orang
Cerita Pandawa Boyong (ist)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pertunjukan Pandawa Boyong berlangsung di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 15 Januari 2023. Untuk pertama kalinya, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berada dalam satu panggung di pertunjukan wayang orang berjudul Pandawa Boyong.

Pertunjukan itu digelar dalam rangka memperingati hari Dharma Samudera TNI Angkatan Laut tahun 2023. Tentunya, pertunjukan tersebut sangat unik, karena para pemeran dari wayang orang diisi oleh orang-orang penting di TNI dan Polri.

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono ikut serta dalam pentas ini dengan berperan sebagai Bima Sena. Bima Sena yaitu sosok protagonis yang dikenal sebagai tokoh yang sangat kuat, sifatnya selalu kasar dan menakutkan bagi musuhnya. Kemudian, Kapolri Listyo Sigit berpartisipasi dengan memerankan karakter sebagai Prabu Puntadewa. Prabu Puntadewa dikenal sebagai karakter yang memiliki watak lemah lembut, sabar, ikhas, dan selalu menyerahkan segala persoalan yang terjadi kepada sang pengatur kehidupan.

Kedua petinggi tersebut hanyalah salah dua dari beberapa pemeran wayang orang Pandawa Boyong. Masih banyak pemeran lainnya seperti Vero Yudo Margono sebagai Dewi Nagageni, Kasad Dudung sebagai Batara Guru.

Penasaran, seperti apa cerita Pandawa Boyong? Mari simak ulasan selengkapnya di bawah ini sebagaimana dilansir dari laman asianculture.net.

Cerita Pandawa Boyong

Pandawa Boyong adalah cuplikan dari epik Mahabarata, di mana lakon ini mengisahkan babak ketika lima orang ksatria bersaudara boyongan (pindahan) dari Alengka yang dikuasai Kurawa ke Astinapura.

Kepindahan itu untuk memerdekan diri dari kekuasaan Kurawa, maka tidaklah mudah perjalanan Pandawa, di mana mereka harus berperang melawan Kurawa yang jumlahnya jauh lebih besar dengan punya persenjataan lebih banyak.

Berkat kesungguhan yang didasarkan dengan niat baik, maka Pandawa dapat memenangkan perang. Walaupun jatuh korban sangat banyak dan kondisi Astinapura porak poranda akibat perang. Dan butuh kerja keras untuk membangunnya kembali.

Pada intinya, boyongnya Pandawa ke Astina menjadi pesan moral masyarakat agar lebih memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila. Bahkan sosok dalam Pandawa Lima juga sangat relevan dengan semangat dan nilai-nilai Pancasila.

Putadewa merupakan simbol ke-Tuhanan yang menjadi sila pertama dalam Pancasila. Werkudoro yang adil dan penuh rasa kemanusiaan, mewakili sila ke dua Pancasila, sedangkan Arjuna mencerminkan semangat persatuan dan kesatuan yang dinyatakan dalam sila ke tiga Pancasila. Sementara itu, Nakula menyimbolkan sila ke empat, yaitu permusyawaratan masyarakat. Dan kembarannya, Nakula simbol dari sila ke lima, keadilan sosial yang benar-benar adil.

Itulah ulasan menarik mengenai cerita Pandawa Boyong yang perlu diketahui.

Kontributor : Rishna Maulina Pratama

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI