Ketua KPK Ungkap Sulitnya Tangkap Lukas Enembe, Sampai Harus Intai Jumlah Katering Nasi Bungkus

Bangun Santoso Suara.Com
Senin, 16 Januari 2023 | 08:25 WIB
Ketua KPK Ungkap Sulitnya Tangkap Lukas Enembe, Sampai Harus Intai Jumlah Katering Nasi Bungkus
Ketua KPK Firli Bahuri memberikan pernyataan saat konferensi pers terkait penahanan Gubernur Papua Lukas Enembe di Paviliun Kartika RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (11/1/2023). [Suara.com/Alfian Winanto,]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan bagaimana sulitnya menangkap tersangka kasus suap Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. Tak seperti tersangka korupsi lain, komisi antirasuah menemui sejumlah hambatan, sampai harus bekerja ekstra keras hingga akhirnya bisa menangkap Lukas Enembe.

Tak hanya sulit, KPK juga menemui jalan terjal saat mengusut kasus dugaan korupsi yang menjerat Lukas Enembe. Penyidik menghadapi tudingan tak profesional sampai pelanggaran HAM.

Tak hanya itu, KPK juga harus menghadapi konsekwensi sejumlah kekhawatiran jika Lukas Enembe ditangkap maka akan berbuntut masalah di Papua.

Namun bagi KPK, kata Firli, proses penyelidikan dilakukan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM dan komitmen kerja profesional lembaga antirasuah.

Baca Juga: Ada Jual Beli Senpi, Pakar Duga Aliran Dana Lukas Enembe Berkaitan dengan UUD Pendanaan Terorisme

"Selama proses kerja, sejumlah pernyataan atas klaim potensi konflik berskala luar biasa diarahkan kepada KPK, tetapi KPK tidak mau terjebak atas klaim itu," tegas Firli dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (14/1/2023).

Firli mengatakan KPK sangat berhati-hati untuk menangkap Lukas Enembe terkait kondisi keamanan di Papua.

"Pada perjalanannya, KPK sungguh berhati-hati karena menjaga masyarakat Papua. Artinya, harus memberantas korupsi dan sekaligus memastikan keamanan Papua dan Papua harus tetap dalam damai," tambahnya.

Oleh karena itu, kata dia, KPK tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) dan pedoman-pedoman hukum yang berlaku dalam menangani kasus Lukas Enembe.

"Karena pedoman hukum berlaku dan prinsip menjunjung tinggi HAM adalah bagian dari komitmen kerja profesional KPK. Siapa pun yang melanggar hukum dan melakukan korupsi akan dikejar oleh KPK di mana pun dan kapan pun," jelasnya.

Baca Juga: Khawatirkan Kesehatan Lukas Enembe, AHY Disebut Lupa Prihatin ke Warga Papua, Jhon Sitorus: Blunder!

Lebih lanjut, ia mengatakan selama ini pihaknya sering mendengar bahwa masyarakat Papua mengeluhkan bagaimana anggaran dana otonomi khusus (otsus) begitu besar, namun efek kesejahteraannya sangat kecil bagi masyarakat Papua secara umum.

"Data-data statistik tentang ini menunjukkan kepada masyarakat bahwa memang itulah yang terjadi ketika elit-elit daerah menggunakan dana transfer pusat untuk berpesta pora. KPK telah menghentikan pesta pora ini dilakukan oleh siapa pun dan kapan pun," kata Firli.

Ia mengungkapkan sejumlah elite di Papua memainkan isu dan opini politik untuk membenarkan tindakan-tindakan pencurian uang negara agar seolah-olah perampokan dan korupsi yang mereka lakukan itu adalah untuk rakyat dan atas nama rakyat.

"Faktanya, tidak ada pembangunan apalagi keadilan sosial yang tercipta dalam koalisi korupsi tersebut, kecuali kemiskinan dan kesengsaraan," tuturnya.

Masyarakat Papua juga telah lama sadar dan sangat memerlukan keberpihakan hukum untuk memberantas sejumlah elit tersebut dan pejabat yang berpesta pora menggunakan uang otsus/anggaran Papua.

"Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih, semoga ke depan tidak ada lagi pejabat yang menggunakan dan menyalahgunakan amanah yang diberikan oleh rakyat dengan cara yang menyimpang," ujar Firli.

Intai Jumlah Nasi Bungkus Pesanan Lukas Enembe

Tersangka dugaan kasus korupsi pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua Lukas Enembe dibawa petugas KPK untuk dihadirkan saat konferensi pers terkait penahanannya KPK di Paviliun Kartika RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (11/1/2023). [Suara.com/Alfian Winanto,]
Tersangka dugaan kasus korupsi pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua Lukas Enembe dibawa petugas KPK untuk dihadirkan saat konferensi pers terkait penahanannya KPK di Paviliun Kartika RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (11/1/2023). [Suara.com/Alfian Winanto,]

Salah satu cerita unik dalam proses penangkapan Lukas Enembe oleh KPK diungkap oleh Menkopolhukam Mahfud MD. Di mana di tengah sulitnya menangkap Lukas Enembe, penyidik menemukan celah.

Diketahui, sejak KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pada 5 September 2022 lalu, massa pendukung Lukas kerap berkumpul, salah satu titik adalah di kediamannya.

Karena itu, KPK memilih mengulur waktu dengan tidak langsung menangkap Lukas di rumahnya sebagai upaya menghindari konflik dengan pendukungnya.

Di sisi lain, Lukas harus memasok logistik bagi para pendukungnya yang disebut Mahfud kerap berjaga di rumahnya. Di situlah, penyidik menemukan celah untuk memantau kondisi, serta jumlah massa pendukung Lukas.

Dalam salah satu tayangan di media televisi nasional, Mahfud MD mengatakan, penyidik memiliki data katering untuk orang-orang yang berkumpul di kediaman Lukas Enembe.

"Kita punya data dari katering untuk makan yang suka duduk di depan rumah (Lukas Enembe)," kata Mahfud.

Dengan data katering itu, menurut Mahfud, aparat bisa memantau jumlah orang dan penjagaan di rumah Lukas Enembe.

"Hari pertama dia (Lukas Enembe) beli nasi bungkus misalnya 5.000, besoknya turun 3.000, terakhir tinggal 60, ini sudah enggak ada orang yang jaga di sana," kata Mahfud.

Dengan keberadaan massa yang makin menurun tiap hari, KPK dibantu Polda Papua dan BIN Papua selanjutnya merancang operasi untuk menangkap Lukas Enembe.

Hingga akhirnya Lukas Enembe bisa ditangkap saat berada di sebuah restoran di Abepura pada 10 Januari 2023 lalu. Saat itu, Lukas disebut-sebut hendak kabur ke luar negeri.

Tak lama usai ditangkap Lukas langsung diterbangkan menuju Jakarta dan akhirnya resmi ditahan sebagai tersangka untuk 20 hari pertama mulai 5-24 Januari 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Selain itu, KPK juga telah mengajukan pencegahan ke luar negeri lewat Direktorat Jenderal Imigrasi terhadap istri Lukas Enembe, Yulce Wenda, serta empat orang lainnya yakni Lusi Kusuma Dewi, Dommy Yamamoto, Jimmy Yamamoto dan Gibbrael Isaak yang merupakan pihak swasta.

Kelima orang yang dicegah bepergian ke luar negeri itu sampai saat ini masih berstatus sebagai saksi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI