Suara.com - Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan bagaimana sulitnya menangkap tersangka kasus suap Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. Tak seperti tersangka korupsi lain, komisi antirasuah menemui sejumlah hambatan, sampai harus bekerja ekstra keras hingga akhirnya bisa menangkap Lukas Enembe.
Tak hanya sulit, KPK juga menemui jalan terjal saat mengusut kasus dugaan korupsi yang menjerat Lukas Enembe. Penyidik menghadapi tudingan tak profesional sampai pelanggaran HAM.
Tak hanya itu, KPK juga harus menghadapi konsekwensi sejumlah kekhawatiran jika Lukas Enembe ditangkap maka akan berbuntut masalah di Papua.
Namun bagi KPK, kata Firli, proses penyelidikan dilakukan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM dan komitmen kerja profesional lembaga antirasuah.
"Selama proses kerja, sejumlah pernyataan atas klaim potensi konflik berskala luar biasa diarahkan kepada KPK, tetapi KPK tidak mau terjebak atas klaim itu," tegas Firli dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (14/1/2023).
Firli mengatakan KPK sangat berhati-hati untuk menangkap Lukas Enembe terkait kondisi keamanan di Papua.
"Pada perjalanannya, KPK sungguh berhati-hati karena menjaga masyarakat Papua. Artinya, harus memberantas korupsi dan sekaligus memastikan keamanan Papua dan Papua harus tetap dalam damai," tambahnya.
Oleh karena itu, kata dia, KPK tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) dan pedoman-pedoman hukum yang berlaku dalam menangani kasus Lukas Enembe.
"Karena pedoman hukum berlaku dan prinsip menjunjung tinggi HAM adalah bagian dari komitmen kerja profesional KPK. Siapa pun yang melanggar hukum dan melakukan korupsi akan dikejar oleh KPK di mana pun dan kapan pun," jelasnya.
Baca Juga: Ada Jual Beli Senpi, Pakar Duga Aliran Dana Lukas Enembe Berkaitan dengan UUD Pendanaan Terorisme
Lebih lanjut, ia mengatakan selama ini pihaknya sering mendengar bahwa masyarakat Papua mengeluhkan bagaimana anggaran dana otonomi khusus (otsus) begitu besar, namun efek kesejahteraannya sangat kecil bagi masyarakat Papua secara umum.