Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menjerat Gubernur Papua, Lukas Enembe dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hal itu menyusul adanya dugaan suap dan gratifikasi yang diterimanya dialihkan menjadi aset dan mengalir ke pihak lain.
"Kami pastikan KPK juga telusuri aliran uangnya dalam bentuk perubahan aset-aset atau ke mana aliran uang itu diberikan kepada pihak lain setelah diduga diterima tersangka LE (Lukas Enembe) ini, kami pastikan juga didalami," kata Kepala Bidang Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/1/2023).
"Sehingga kemungkinan apakah bisa diterapkan ketentuan undang-undang lain seperti TPPU ini juga menjadi kajian kami di depan," sambungnya.
Sebelum menangkap Lukas Enembe, KPK telah melakukan penyitaan terhadap sejumalah aset miliknya, di antaranya emas berbentuk perhiasan dan batangan hingga mobil mewah. KPK menaksir nilainya mencapai Rp4,5 miliar.
Baca Juga: Pembantaran Selesai, Tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe Jalani Pemeriksaan KPK
Emas hingga mobil mewah itu didapat penyidik dari hasil penggeledahan di berbagai tempat, di antaranya di Papua, Jakarta, Sukabumi, Bogor, Tangerang dan Batam.
KPK akhirnya menangkap Lukas Enembe di Papua pada Selasa (10/1/2023). Penangkapan dilakukan setelah Lukas jadi tersangka pada September 2022.
Usai ditangkap, dia langsung dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat untuk menjalani pemeriksaan kesehatan. Setelah dua hari dirawat dengan status penahanan pembantaran, Lukas akhirnya dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Kamis (12/1).
Lukas diduga menerima suap Rp 1 miliar dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT TBP. Hal itu untuk mendapatkan tiga proyek pembangunan di Papua senilai Rp 41 miliar.
Temuan terbaru KPK, Lukas juga disebut menerima gratifikasi Rp 10 miliar dari sejumlah pihak yang diduga masih berkaitan dengan sejumlah proyek APBD provinsi Papua.
Baca Juga: KPK Sambut Soal Dugaan Korupsi Bansos Era Anies, Heru Budi: Nggak Bisa...