Suara.com - Pidato Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, beberapa hari lalu terus menjadi sorotan. Banyak pihak ikut menganalisis pidato tersebut karena sejumlah pesannya yang dianggap kontroversial.
Misalnya ketika Megawati terang-terangan me-roasting Presiden Joko Widodo sebagai sosok yang patut dikasihani apabila tidak diusung oleh PDIP.
"Pak Jokowi itu, ngono lho, mentang-mentang. Lha iya, padahal Pak Jokowi kalau nggak ada PDI Perjuangan juga aduh... kasihan dah," tutur Megawati yang disambut dengan sorak-sorai para hadirin.
Bahkan bukan cuma disoraki, pernyataan Megawati itu juga dibalas dengan tepuk tangan sementara Jokowi sendiri terlihat cuma tersenyum sambil terus memerhatikan pidato sang ketum.
Megawati memang sangat menekankan pentingnya peran dirinya sebagai penentu capres. Termasuk peran besar Megawati mencalonkan Jokowi serta tentu saja menentukan Capres 2024.
"Saya ketua umum partai terpilih di kongres partai, sebagai institusi tertinggi partai, maka oleh kongres partai diberikanlah hak prerogatif untuk menentukan siapa yang akan dicalonkan. Ora ngono kok saiki nungguin? Enggak ada. Urusan gue," jelas Megawati.
Poin inilah yang sangat disoroti Najwa Shihab. Seperti dilihat di akun Instagram-nya, Najwa menyoroti penegasan Megawati atas hak prerogatifnya memilih capres yang pada akhirnya akan mengatur hajat hidup ratusan juta masyarakat Indonesia.
"Saat bicara capres PDIP di 2024, Ibu Mega, seperti biasanya menekankan 'hak prerogatif ketua umum', dengan santai berucap: 'Urusan gua'," tulis Najwa, dikutip pada Jumat (13/1/2023).
"Dua pernyataan itu tak keliru. Pencalonan presiden memang urusan partai. Konstitusi menyebutkan hanya parpol yang bisa mengajukan capres," sambung Najwa.
Baca Juga: NasDem Kecele Megawati Tak Kasih 'Surprise' di Acara HUT PDIP: Tapi Nggak Papa, Kita Sabar
Bila konstitusi itu lalu dikaitkan dengan peraturan internal PDIP, maka memang Megawati selaku ketum partai lah yang berhak menentukan capres.
"Tentu, presiden dipilih rakyat lewat pemilu, tapi siapa yang bisa memasukkan nama X atau Y di kertas suara? Ya, partai. Siapa yang memutuskan di partai? Ya, elit partai, dengan kalkukasi untung rugi yang juga khas dan ala partai," terang Najwa.
Di sinilah Najwa menyoroti kejanggalannya. Sebab partai politik memang bersifat publik, tetapi di sisi lain banyak hal substansial yang menjadi urusan internal.
"Tanpa publik (kadang bahkan kader partai) bisa terlibat di dalam dalamnya, termasuk soal pencapresan," ujarnya melanjutkan.
"Jadi ya, Ibu Mega memang benar. 'Urusan gue'. Sekian dan terima saja," pungkasnya.