Suara.com - Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay menegaskan delapan fraksi di DPR benar-benar serius dalam menyatakan sikap bersama mendukung Pemilu tetap dengan sistem proporsional terbuka.
Saleh berujar pernyataan sikap delapan fraksi itu merupakan hak menyatakan pendapat. Ia menyatakan penyampaian pendapat itu juga didasarkan pemikiran rasional dengan basis tindakan moral yang benar.
"Kedelapan fraksi itu tidak sedang bermain-main. Tidak bercanda. Ya itu sangat serius," kata Saleh kepada wartawan, Jumat (13/1/2023).
Saleh mengatakan kedelapan fraksi ingin mengedepankan kedaulatan rakyat melalui keterbukaan, kesetaraan, dan keadilan. Ia mengatakan sistem proporsional terbuka lebih representatif, aspiratif, akomodatif, dan diterima hampir semua kalangan.
Karena itu delapan fraksi benar-benar serius tetap mendukung proporsional terbuka dan ogah Pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup.
"Kalau ada yang menilai ini hanya sekedar 'hore-hore', justru itu malah yang becanda. Kan bisa dipahami arah dan kesan yang mau disampaikan," kata Saleh.
"Tidak perlu ditanggapi berlebihan. Itu juga bagian dari demokrasi. Kan harus ada diskusi dan diskursus di ruang publik. Dan itu adalah contoh partisipasi. Setiap pihak boleh menyampaikan pendapat," ujarnya.
Bukan Simbolis Belaka
Sebelumnya delapan partai politik di parlemen, tanpa PDIP Perjuangan sepakat menolak Pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup. Tujuh dari partai yang menolak itu bahkan mengirim para elite hingga ketua umum dalam pertemuan di Hotel Dharmawangsa, Minggu (8/1).
Baca Juga: NasDem Kecele Megawati Tak Kasih 'Surprise' di Acara HUT PDIP: Tapi Nggak Papa, Kita Sabar
Pertemuan itu dilakukan untuk menyatakan sikap penolakan terhadap sistem proporsional tertutup. Pengamat politik Ujang Komarudin, melihat ada kesungguhan dari delapan partai sehingga pertemuan itu bukan sekadar simbolis belaka menggambarkan mereka kompak.
"Saya melihat pertemuannya petemuan yang bukan simbolia. Itu pertemuan riil, nyata persannya untuk melawan sistem tertutup tersebut," kata Ujang dihubungi, Senin (9/1/2023).
Diketahui dari sembilan partai di parlemen, hanya ada satu yang hingga kini kukuh mendukung sistem proporsional untuk Pemilu 2024. Ialah PDI Perjuangan.
Menurut Ujang, pertemuan di Hotel Dharmawangsa itu sekaligus menggambarkan kekompakan partai oposisi dengan partai-partai di koalisi pemerintah.
"Dan ini bagus ya sangat cair partai koalisi pemerintah dan oposisi bersatu menentang sistem tertutup yang didorong, disokong oleh PDIP," kata Ujang.
Ujang sendiri menilai langkah kedelapan partai sudah tepat. Pertemuan dan pernyataan sikap penolakan sistem proporsional tertutup seakan wajib hukumnya bagi mereka untuk melaksanakan.
Kendati cuma PDIP yang kukuh mendukung sistem proporsional tertutup, namun posisi PDIP sebagai partai penguasa dan pemenang Pemilu 2019 tidak boleh diabaikan.
"Pertemuan itu harus dilakukan oleh mereka, mereka harus solid. Kalau nggak, mereka akan kalah oleh para penyomong sistem tertutup itu walaupun ya satu partai tapi partai penguasa, partai pemenang Pemilu tentu punya banyak akses dan kesempatan untuk bisa mengubah sistem Pemilu," ujar Ujang.
Bukan cuma untuk melawan dominasi PDIP, hal lain yang dinilai dari pertemuan itu ialah kesadaran partai-partai akan adanya peluang Mahkamah Konstitusi atau MK mengabulkan judicial review sistem proporsional tertutup.
MK kekinian tidak cuma dianggap sebagai penegak hukum, tapi juga banyak dugaan ada nilai-nilai politis di dalamnya. Delapan partai, katan Ujang, tentu memahami kondisi psikologi, sosiologi, dan kebatinnan para hakim MK dalam memutuslam gugatan uji materi sistem proporsional tertutup.
Karena itu, partai-partai tidak ada jalan lain selain mengambil upaya menyolidkan pandangan dan sikap penolakan.
"Mereka tahu yang mereka hadapi itu siapa. Mereka paham yang mengusung dan mendukung proporsional tertutup itu siapa. Jadi kalau mereka tidak bersatu, tidak melawan ya gelagat atau indikasi proporsional tertutup bisa saja dieksekusi oleh MK," tutur Ujang.