Pro Kontra Wacana Kebijakan Jalan Berbayar di DKI: Kurangi Macet, Tapi Memberatkan Masyarakat

Kamis, 12 Januari 2023 | 14:56 WIB
Pro Kontra Wacana Kebijakan Jalan Berbayar di DKI: Kurangi Macet, Tapi Memberatkan Masyarakat
Ilustrasi sosialisasi jalan berbayar elektronik atau ERP di Jakarta. [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan sistem jalan berbayar elektronik alias electronic road pricing (ERP).

Peraturan terkait dengan sistem ERP tersebut tercantum dalam rancangan peraturan daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE) yang masih disusun oleh DPRD DKI Jakarta.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai aturan tersebut merupakan salah satu upaya mengatasi kemacetan di Ibu Kota.

Meskipun begitu, Djoko melihat sistem jalan berbayar ini merupakan kebijakan yang tidak populer karena mempunyai potensi mendapatkan pertentangan dari kalangan masyarakat.

Baca Juga: Proyek SJUT yang Digarap Jakpro dan Sarana Jaya Molor, Pemprov DKI Bakal Evaluasi

Lebih lanjut, dikatakan oleh Djoko, penerapan ERP ini merupakan instrumen yang lebih maju dan juga lebih efisien dalam hal mengatasi kemacetan karena tidak membutuhkan banyak petugas pengawas.

Kondisi tersebut diketahui bertolak belakang dengan kebijakan pembatasan kendaraan dengan nomor polisi ganjil dan genap di tanggal-tanggal tertentu. Ia menilai ganjil genap lebih banyak memakan anggaran daerah.

Djoko menyebut bahwa selama ini gagasan kebijakan di Ibu Kota sudah banyak yang bagus. Namun, ia juga menyebut pada saat melakukan eksekusi, masih banyak yang tidak berani dikarenakan berisiko untuk tidak dipilih kembali.

Kebijakan ini kemudian diharapkan bisa menekan kemacetan dan mendorong masyarakat agar bisa menggunakan transportasi umum.

Namun sayang, penerapan kebijakan ini malah justru menuai pro dan kontra dari khalayak. Pemerintah bahkan menjadi sasaran amukan dari beberapa pihak yang tidak setuju dengan adanya kebijakan tersebut.

Baca Juga: Ada Tujuh Tahapan Pembahasan ERP, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Akan Berbincang Bersama Pemerintah Pusat

Merespons adanya keramaian terkait dengan sistem ERP di sejumlah ruas jalan yang ada di Jakarta, politisi Demokrat Ardi Wirdamulia turut buka suara.

Ardi turut membuka suara melalui cuitannya, Ardi meminta agar publik berpikir lebih adil terkait dengan kebijakan tersebut. Ardi menerangkan bahwa rencana tersebut sepenuhnya urusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan bukan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Ardi menambahkan bahwa kebijakan tersebut sudah digagas oleh pemimpin DKI Jakarta sebelumnya, yaitu Anies Baswedan.

Cuitan tersebut sontak menjadi perhatian dari netizen. Dalam sebuah komentar, warganet mengungkap bahwa kebijakan tersebut buka  digagas oleh Anies Baswedan, tetapi oleh gubernur-gubernur terdahulu.

“Program ini sudah digagas lama, sebelum Pak Anies malah. Tapi nggak berhasil dijalankan. Mungkin orang-orang kaya pemilik mobil keberatan. Juga produsen/ATPM mobil. Saya setuju ini dijalankan, sekalian memaksimalkan transportasi umum, mengurangi kemacetan. Bonusnya mengurangi polusi udara,” ucap warganet tersebut.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan tidak sepakat dengan penerapan jalan berbayar elektronik di Jakarta.

Ia memandang, kebijakan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) di Jakarta justru akan memberatkan masyarakat. Ia juga meminta wacana tersebut untuk dibatalkan.

Beberapa pihak juga menyebut bahwa kebijakan tersebut tidak hanya memberatkan masyarakat yang mempunyai kendaraan, tetapi masyarakat yang tidak memiliki kendaraan.

Contohnya penumpang taksi daring yang harus menanggung biaya tambahan pada saat ia harus melewati jalur tersebut.

Kebijakan ini dinilai hanya memindahkan kemacetan ke jalan yang tidak berbayar.

Bahkan disebutkan bahwa selama ini sudah ada kebijakan ganjil-genap yang sudah diterapkan dan menurutnya kebijakan tersebut sudah sangat merepotkan masyarakat.

Terlebih apabila masyarakat saat ini harus kembali membayar pada saat melintas di 25 ruas jalan saat kebijakan jalan berbayar ini diterapkan.

Sebagai informasi, Dinas Perhubungan DKI Jakarta telah mengusulkan besarannya berkisar antara Rp 5.000 sampai dengan Rp 19.000 untuk sekali melintas.

Dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE) dijelaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan pembatasan kendaraan bermotor secara elektronik pada ruas jalan, kawasan, dan waktu tertentu.

Melihat dari adanya draf tersebut, ERP ini diketahui akan diberlakukan di 25 ruas jalan atau kawasan yang memenuhi kriteria.

Kontributor : Syifa Khoerunnisa

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI