Ogah Dahulukan Putusan MK, Mendagri: Posisi Pemerintah Tidak Endorse Sistem Proporsional Terbuka atau Tertutup

Rabu, 11 Januari 2023 | 20:38 WIB
Ogah Dahulukan Putusan MK, Mendagri: Posisi Pemerintah Tidak Endorse Sistem Proporsional Terbuka atau Tertutup
Raker dan RDP DPR dengan Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP membahas sistem pemilu. Agenda tersebut digelar pada Rabu (11/1/2023). [Tangkapan layar]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan keberatan, jika pihaknya ikut dibawa dalam kesimpulan rapat di Komisi II DPR pada hari ini, Rabu (11/1/2023). Adapun kesimpulan rapat itu mengenai sistem proporsional terbuka.

Padahal saat ini tengah riuh wacana sistem proporsional terbuka atau tertutup yang menjadi pembahasan setelah adanya judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Mohon izin juga terkait yang nomor tiga, kami melihat bahwa ini Komisi II DPR bersama dengan Mendagri berarti mewakili unsur pemerintah, KPU, Bawaslu, DKPP bersepakat untuk sistem pemilu proporsional terbuka. Kami posisi pemerintah itu menghormati, tidak mau mendahului keputusan MK," kata Tito di dalam rapat Komisi II, Rabu (11/1/2023).

Tito mengatakan, semua pihak memahami baik proporsional terbuka atau tertutup memiliki sisi positif dan sisi negatif. Namun, posisi pemerintah tidak condong ke salah satu opsi tersebut.

Baca Juga: Gaduh Sistem Proporsional Tertutup, Jusuf Kalla Beberkan 'Borok' Pemilu Terbuka: Jeruk Makan Jeruk

Ia merasa, bila nama Mendagri ikut ditulis di dalam kesimpulan yang menyepakati sistem proporsional terbuka, hal itu akan dikesankan sebagai bentuk dukungan. Padahal, ia menegaskan posisi pemerintah menyerahkan kepada MK yang masih memproses judicial review.

"Posisi pemerintah menyerahkan kepada MK dan juga kepada DPR. Jadi tidak mengendorse salah satu, saya kira. Jadi kalau ini, kami seolah sudah mengendorse salah satu dan apa sepertinya kami mendahului MK," kata Tito.

Tito merasa kurang tepat, bila pemerintah harus mendahului MK melalui kesepakatan sebagaimana yang tertulis di kesimpulan.

"Jadi apapun yang diputuskan MK, pemerintah pada prinsipnya adalah patuh. Tapi tidak mendahului," kata Tito.

Tito mengatakan, pemerintah tidak masalah, apabila ternyata KPU, Bawaslu maupun DKPP memiliki pendapat yang sama dengan Komisi II DPR. Hanya saja, ia menekankan pemerintah dalam hal ini Kemendagri tidak ingin mendahului putusan MK.

Baca Juga: PDIP Justru Dinilai Kekurangan Kader karena Setuju Proporsional Tertutup, Takut Bersaing dengan Tokoh Parpol Lain?

"Tapi posisi pemerintah tidak ingin mendahului dan menghormati lembaga yang dibuat oleh rakyat juga sesuai konstitusi, yaitu MK, kami menghormati itu, tidak ingin mendahului itu," ujar Tito.

Adapun kesimpulan poin tiga yang saat ini masih menjadi pembahasan sebagai berikut:

"Komisi II DPR RI secara bersama dengan Menteri Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (BAWASLU RI), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Republik Indonesia (DKPP RI) bersepakat bahwa pelaksanaan Pemilu 2024 tetap berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menggunakan sistem Pemilu Proporsional Terbuka sebagaimana diatur dalam Pasal 168 Ayat 2 UU Pemilu dan dikuatkan oleh Putusan MK RI Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008".

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI