Suara.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo menyebutkan bahwa situasi di Papua secara umum kondusif saat penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe di Jayapura, Selasa (10/1/2023) meski sempat mencekam.
"Info terakhir situasi secara umum sudah kondusif," ucap Dedi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Lukas Enembe di Jayapura dan langsung diterbangkan ke Jakarta.
Dedi mengatakan bahwa Polri turut mengawal proses penangkapan Lukas Enembe yang dilakukan oleh penyidik KPK.
Baca Juga: Chaos, Massa Pro Lukas Enembe Serang Marko Brimob Diwarnai Baku Tembak
"Polri berkomitmen untuk membackup KPK dalam setiap penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi," ujar Dedi.
KPK telah menetapkan Lukas Enembe dan Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua.
Tersangka Rijatono Lakka diduga menyerahkan uang kepada Lukas dengan jumlah sekitar Rp1 miliar setelah memenangkan tiga proyek infrastruktur di Pemprov Papua.
Tiga proyek yang dimaksud, yakni proyek "multiyears" atau tahun jamak peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar, proyek "multiyears" rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar, dan proyek "multiyears" penataan lingkungan venue menembak "outdoor" AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
KPK juga menduga Lukas Enembe menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga nilainya mencapai miliaran rupiah.
Baca Juga: KPK Yakin Masyarakat Papua Dukung Penangkapan Gubernur Lukas Enembe
Saat ini, KPK tengah mengembangkan lebih lanjut mengenai penerimaan gratifikasi tersebut.
Untuk kebutuhan penyidikan, tim penyidik telah menahan tersangka RL selama 20 hari pertama terhitung mulai 5 Januari 2023 sampai dengan 24 Januari 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Tersangka LE sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sementara tersangka RL sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. [ANTARA]