Di lain pihak, PPP bagai mendapat durian runtuh apabila Sandiga berhasil menjadi kader sekaligus menduduki kursi ketua umum.
"Tentu saja, Sandiaga didukung kemapanan finansial yang diperlukan oleh PPP," kata Dedi.
Berdasarkan hal itu terbaca bahwa kedua belah pihak memang saling memerlukan dan menguntungkan ibarat simbiosis mutualisme. Baik Sandiaga maupun PPP mereka bisa menjadi pihak yang saling menguntungkan satu sama lain, jika kepindahan Sandiaga berjalan mulus.
"Tentu keduanya saling memerlukan, PPP tidak ada pilihan sebaik memilih Sandiaga untuk saat ini, konsolidasi di tingkat kiai dan santri tidak lagi ada. Pilihannya jika sama-sama tidak ada tokoh simbolkan kalangan santri maka Sandiaga menjadi prioritas pilihan," kata Dedi.
Langkah Agresif Sandiaga
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) ini menilai langlah agresif Sandiaga Uno dalam mendekati PPP justru sudah tepat. Menurutnyaa dalam politik, langkah Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra itu justru menggambarkan sikap tegas dan jelas. Sebab kata Dedi, muara dari dunia politik ialah kekuasaan.
"Sehingga cara Sandiaga agresif ke PPP itu sudah benar, terlebih ia adalah tokoh baru bagi PPP, agresivitas Sandiaga langkah taktis karena ia akan cepat mengetahui keberhasilan atau kegagalan dalam proses hijrah ke PPP," kata Dedi.
Menurut Dedi, situasi yang ada di hadapan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif itu memang memaksa Sandiaga untuk bersikap agresif. Situasi itu terkait Pilpres 2024, terutama bursa calon wakil presiden.
Mengingat untuk kontestasi 2024 akan muncul banyak tokoh serupa dan tidak kalah populer dan potensial dari Sandiaga. Tetapi tokoh-tokoh itu tidak memiliki kekuasaan atau bukan kader di partai, semisal Erick Thohir, Tito Karnavian, dan Andika Perkasa.
"Sehingga Sandiaga perlu mempertegas upayanya," kata Dedi.