Suara.com - Delapan partai politik di parlemen, tanpa PDIP Perjuangan sepakat menolak Pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup. Tujuh dari partai yang menolak itu bahkan mengirim para elite hingga ketua umum dalam pertemuan di Hotel Dharmawangsa, Minggu (8/1).
Pertemuan itu dilakukan untuk menyatakan sikap penolakan terhadap sistem proporsional tertutup. Pengamat politik Ujang Komarudin, melihat ada kesungguhan dari delapan partai sehingga pertemuan itu bukan sekadar simbolis belaka menggambarkan mereka kompak.
"Saya melihat pertemuannya petemuan yang bukan simbolis. Itu pertemuan riil, nyata pesannya untuk melawan sistem tertutup tersebut," kata Ujang dihubungi, Senin (9/1/2023).
Diketahui, dari sembilan partai di parlemen, hanya ada satu yang hingga kini kukuh mendukung sistem proporsional untuk Pemilu 2024. Ialah PDI Perjuangan.
Baca Juga: Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Vs Terbuka
Menurut Ujang, pertemuan di Hotel Dharmawangsa itu sekaligus menggambarkan kekompakan partai oposisi dengan partai-partai di koalisi pemerintah.
"Dan ini bagus ya sangat cair partai koalisi pemerintah dan oposisi bersatu menentang sistem tertutup yang didorong, disokong oleh PDIP," kata Ujang.
Ujang sendiri menilai langkah kedelapan partai sudah tepat. Pertemuan dan pernyataan sikap penolakan sistem proporsional tertutup seakan wajib hukumnya bagi mereka untuk melaksanakan.
Kendati cuma PDIP yang kukuh mendukung sistem proporsional tertutup, namun posisi PDIP sebagai partai penguasa dan pemenang Pemilu 2019 tidak boleh diabaikan.
"Pertemuan itu harus dilakukan oleh mereka, mereka harus solid. Kalau nggak, mereka akan kalah oleh para penyomong sistem tertutup itu walaupun ya satu partai tapi partai penguasa, partai pemenang Pemilu tentu punya banyak akses dan kesempatan untuk bisa mengubah sistem Pemilu," ujar Ujang.
Baca Juga: Prabowo Bantah Isu Gerindra 'Cerai' dengan PKB, Tegaskan Penentuan Cawapres Akan Dilakukan Bersama
Bukan cuma untuk melawan dominasi PDIP, hal lain yang dinilai dari pertemuan itu ialah kesadaran partai-partai akan adanya peluang Mahkamah Konstitusi atau MK mengabulkan judicial review sistem proporsional tertutup.
MK kekinian tidak cuma dianggap sebagai penegak hukum, tapi juga banyak dugaan ada nilai-nilai politis di dalamnya. Delapan partai, katan Ujang, tentu memahami kondisi psikolodi, sosiologi, dan kebatinnan para hakim MK dalam memutuslam gugatan uji materi sistem proporsional tertutup.
Karena itu, partai-partai tidak ada jalan lain selain mengambil upaya menyolidkan pandangan dam sikap penolakan.
"Mereka tahu yang mereka hadapi itu siapa. Mereka paham yang mengusung dan mendukung proporsional tertutup itu siapa. Jadi kalau mereka tidak bersatu, tidak melawan ya gelagat atau indikasi proporsional tertutup bisa saja dieksekusi oleh MK," tutur Ujang.
Kompak Tolak Proporsional Tertutup
Delapan partai politik di parlemen tegas menolak Pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup. Mereka kompak menyatakan penolakan itu dalam forum.
Adapun forum pertemuan ketum dan petinggi parpol dilaksanakan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
Partai yang hadir di antaranya, Partai Golkar sebagai inisiator, Partai NasDem, PKB, Partai Demokrat, PKS, PAN, dan PPP. Sementara itu Partai Gerindra meski tidak hadir, mereka tetap ikut bersama dalam menyikapi penolakan proporsional tertutup. Sedangkan tidak ada keikutsertaan PDI Perjuangan dalam pertemuan atau pernyataan sikap.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto membacakan lima poin yang menjadi kesepakatan. Poin pertama ialah pernyataan sikap menolak sistem proporsional tertutup.
"Kami menolak proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak erareformasi," kata Airlangga di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Minggu (8/1/2023).
Airlangga mengatakan sistem Pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran bag idemokrasi Indonesia. Di lain pihak, lanjut Airlangga sistem Pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat dimana dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan partai politik.
"Kami tidak ingin demokrasi mundur," kata Airlangga membacakan poin satu.
Poin kedua, delapan partai kompak memandanv sistem Pemilu dengan proporsional terbuka merupakan pilihan yang tepat dan telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008 yang sudah dijalankan dalam 3 (tiga) pemilu.
"Gugatan terhadap yurisprudensi akan menjadi preseden yang buruk dan tidak sejalan dengan asas Ne Bis In Idem," kata Airlangga.
Ne Bis In Idem adalah perkara dengan obyek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama, diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya.
Poin ketiga, delapan partai politik meminta KPU agar tetap menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu dengan menjaga netralitas dan independensinya sesuai peraturan perundang-
undangan.
"Keempat, kami mengapresiasi kepada pemerintah yang telah menganggarkan anggaran Pemilu 2024 serta kepada penyelenggara Pemilu, terutama KPU, agar tetap menjalankan tahapan-tahapan Pemilu 2024 yang telah disepakati bersama," kata Airlangga.
Terakhir poin kelima, delapan partai politik berkomitmen untuk berkompetisi dalam Pemilu 2024 secara sehat dan damai dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa agar tetap memelihara stabilitas politik, keamanan dan ekonomi.
PDIP Hormati Pertemuan
Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengkaim pihaknya menghormati langkah ketua umum serta pimpinan 8 partai politik yang bertemu di Hotel Dharmawangsa terkait isu sistem pemilu yang perkaranya sedang dibahas di MK.
Hasto menyebut, pihaknya tidak hadir dalam pertemuan tersebut lantaran memilih untuk menghormati apapun putusan MK.
"Pertemuan yang ada di hotel Dharmawangsa ya itu kita hormati sebagai bagian dalam tradisi demokrasi kita," kata Hasto, saat ditemui awak media usai menghadiri acara Makan Bareng 10.000 Warga DKI Jakarta di Jakarta Pusat, Minggu (8/1/2022).
Hasto menyebut, saling bertemu dalam dunia politik merupakan hal yang biasa. Hasto menambahkan, Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri juga kerab melakukan banyak pertemuan, baik dengan rakyat maupun dengan elite nasional lainnya.
Namun bedanya, kata Hasto, Megawati melakukan pertemuan dengan para ketua umum parpol tidak dalam pengertian terbuka.
"Beliau banyak melakukan dialog bangsa dan negara itu justru dalam suasana yang kontemplatif. Itu yang membedakan," kata Hasto.
Saat ini, kata Hasto, kader partai disibukan denga persiapan Hut ke-50 PDI Perjuangan pada Selasa (10/1/2023) mendatang. Mengenai isu sistem pemilu proporsional terbuka yang hendak diusulkan diubah tertutup seperti yang menjadi materi gugatan di MK, Hasto mengatakan bahwa semua ada ranahnya masing-masing.
Terkait dengan fungsi legislasi atau pembuatan UU, ranahnya ada di DPR. Namun jika menyangkut judicial review UU terhadap UUD 1945, ranahnya ada di MK.
"Mahkamah Konstitusi kita percaya memiliki sikap kenegarawan karena disitu ada tiga lembaga yang ikut bertanggung jawab di dalam proses penempatan hakim-hakim Mahkamah Konstitusi."