Suara.com - Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo hadir sebagai saksi untuk terdakwa obstruction of justice Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, dan Arif Rachman Arifin pada Kamis (5/1/2023).
Sejumlah pertanyaan disampaikan jaksa penuntut umum (JPU), termasuk apa yang mendasari Sambo hingga memilih mengeksekusi langsung Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat ketimbang melaporkannya ke polisi atas dugaan pemerkosaan Putri Candrawathi.
Bahkan JPU sempat melempar dugaan ada rahasia yang dipegang Yosua hingga Sambo menempuh opsi membungkam dengan cara menghabisi nyawanya.
"Apakah Saudara tidak bisa melakukan proses hukum kepada Yosua sehingga harus diambil langkah seperti ini? Sengkarut seperti ini? Apakah Saudara Yosua memiliki aib yang Saudara Saksi tahu yang takut nanti Saudara Yosua membocorkan keluar?" tanya JPU, dikutip pada Sabtu (7/1/2023).
Sambo lantas mengaku dirinya begitu sulit mengendalikan amarahnya sehingga nekat mengeksekusi Yosua alih-alih membawanya ke jalur hukum.
Dengan raut yang tampak menahan emosi, Sambo menilai seharusnya Yosua lah yang sekarang duduk di kursi pesakitan dan bukan dirinya maupun para terdakwa lain.
"Itu yang saya sampaikan, bahwa amarah dan emosi melupakan logika saya," ucap Sambo.
"Harusnya sih dia yang duduk di sini untuk menghadapi proses. Ya (tapi) yang saya alami seperti ini," sambungnya.
Sambo kemudian terlihat menundukkan kepala sambil beberapa kali mengedipkan mata, sebelum kembali menjawab pertanyaan JPU.
Kali ini jaksa menanyakan alasan Sambo sering mengumbar air mata di hadapan para anak buahnya. Jaksa rupanya mencurigai tangisan itu hanya cara untuk memuluskan skenario yang dibuat Sambo.
"Itu (karena) selalu saya ingat dengan kejadian yang menimpa istri saya di Magelang. Sehingga itu pasti akan kemudian membuat kesedihan saya dan amarah saya (terpancing) terhadap peristiwa yang terjadi di Magelang," jelas Sambo.
"Berarti bukan secara psikis untuk mempengaruhi?" cecar JPU.
"Bukan. Itu natural karena saya harus merasakan itu yang terjadi," pungkas Sambo.