Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut Harun Masiku, tersangka suap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, yang kini masuk daftar pencarian orang alias buronan, berada di luar negeri.
Merespons hal itu, Indonesia Corruption Watch atau ICW meragukan KPK segera menangkap mantan kader PDIP itu.
Terhitung sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Harun Masiku kekinian sudah tiga tahun melarikan diri dan menjadi buronan.
Koordinator ICW Agus Sunaryanto mengatakan, KPK sebenarnya sudah sejak lama mengetahui titik lokasi Harun Masiku.
Baca Juga: ICW: Kasus Suap AKBP Bambang Kayun Harus Jadi Momentum Kapolri Bersih-Bersih
Hal itu, kata dia, merujuk kepada pengakuan sejumlah penyidik KPK yang dipecat Firli Bahuri melalui tes wawasan kebangsaan alias TWK dulu.
"Itukan teman-teman IM57+ Institute (lembaga bentukan eks pegawai KPK) itu sebenarnya sudah tahu (Harun Masiku) ada di mana. Soal ini ya, lagi-lagi tinggal mau atau tidak sih KPK melakukan itu (menangkapnya)," kata Agus saat ditemui wartawan di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (6/1/2023).
Dia mengatakan, jika KPK benar-benar serius menuntaskan kasus tersebut, sejak lama Harun Masiku sudah tertangkap.
"Saya pikir kalau misalnya KPK mau serius, bisa," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan Harun Masuk berada di luar negeri.
"Terakhir dia di luar negeri," kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Kamis (5/1/2023) kemarin.
Dia mengklaim KPK, tetap melakukan pencarian. KPK juga masih berkoordinasi dengan berbagai otoritas di luar negeri.
"Jadi kami masih berkoordinasi dengan beberapa agensi dari luar negeri," kata Asep.
Terhitung Harun Masiku telah buron kurang lebih tiga tahun. Dia ditetapkan sebagai tersangka penyuap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan pada Januari 2020. Suap itu dilakukannya untuk lolos ke DPR RI melalui pergantian a ntar waktu (PAW).
Pada kasus ini, KPK menetapkan 4 orang tersangka. Wahyu Setiawan selaku penerima suap telah divonis penjara selama 7 tahun dan denda Rp 200 juta.
Sementara Saeful Bahri dan Agustiani sebagai perantara juga telah divonis. Saeful Bahri divonis satu tahun delapan bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan.
Sedangkan Agustiani empat tahun penjara dan denda Rp 150 juta, subsider empat bulan kurungan.