Drama KPK Vs Lukas Enembe Dikhawatirkan jadi Preseden Buruk, KPK Seolah Lemah Dihadapan Tersangkanya

Jum'at, 06 Januari 2023 | 18:45 WIB
Drama KPK Vs Lukas Enembe Dikhawatirkan jadi Preseden Buruk, KPK Seolah Lemah Dihadapan Tersangkanya
Foto tersangka Rijatono Lakka dengan Gubernur Papua Lukas Enembe (Sumber foto: Facebook/rijatono.lakka)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Drama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tersangkanya Gubernur Papua Lukas Enembe dikhawatirkan Indonesia Corruption Watch (ICW) menjadi preseden buruk bagi kerja-kerja antikorupsi. KPK didorong segera menemukan solusi untuk segera menyeret Lukas Enembe ke Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Sejak menjadi terangka dugaan korupsi dana APBD Provinsi Papua pada September 2022, hingga saat ini Lukas Enembe belum dilakukan penahanan oleh KPK. Sementara, terduga penyuap Lukas Enembe, Direktur PT TBP (Tabi Bangun Papua), Rijatono Lakka (RL) sudah ditahan dan jadi tersangka pada Kamis (5/1/2023) kemarin.

Berbagai pertimbangan menjadi alasan tidak ditahannya Lukas, mulai dari faktor keamanan di Papua hingga alasannya yang sakit. Namun belakangan, Lukas Enembe terlihat dalam kondisi baik, saat sedang meresmikan empat kantor pemerintahan di Papua.

"Ini kelihatannya kok kita justru diberikan drama Lukas Enembe. Di satu sisi dia menyatakan kalau dirinya sakit. Sementara di sisi lain, ada informasi seperti itu, dia meresmikan (kantor pemerintahan). Ini jadi satu hal yang menurut saya tidak bagus untuk KPK sendiri," kata Koordinator ICW, Agus Sunaryanto saat ditemui wartawan di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (6/1/2023).

Baca Juga: Guru Besar IPB: KPPU Perlu Kewenangan Seperti KPK Agar Indonesia Lepas dari Middle-income Trap

Menurut ICW, sikap Lukas Enembe yang seolah berupaya mengulur waktu untuk ditangkap membuat KPK seperti tak berdaya. lembaga yang dipimpin oleh Firli Bahuri itu dinilai lemah dihadapan tersangkanya sendiri.

KPK diminta untuk mengambil langkah yang tegas. Lembaga antikorupsi dapat meminta bantuan pemerintah jika faktor keamanan menjadi pertimbangan.

"Kalau perlu untuk backup dari pemerintah. Misalnya dari sisi keamanan bisa melibatkan Brimob, untuk melakukan upaya yang lebih tegas, melakukan penangkapan," ujar Andi.

"Karena sebenarnya upaya-upaya persuasif sudah dilakukan, termasuk mendatangkan dokter ya. Seharusnya itu bisa jadi legitimasi, buat apakah pak lukas enembe ini kondisinya gimana, apakah sakit atau tidak, ini yang harusnya jadi pertimbangan," sambunnya.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (tengah) memberikan pernyataan saat konferensi pers kasus dugaan suap dan gratifikasi yang melibatkan Gubernur Papua Lukas Enembe di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (tengah) memberikan pernyataan saat konferensi pers kasus dugaan suap dan gratifikasi yang melibatkan Gubernur Papua Lukas Enembe di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Andi bilang, jika nantinya itu terus berlarut, dikhawatirkan menjadi contoh bagi para pihak yang sedang berperkara dengan KPK. Kasus Lukas Enembe menjadi contoh untuk dapat lari jeratan hukum lembaga antikorupsi.

Baca Juga: KPPU Diusulkan Punya Kewenangan Setara KPK

"Jangan sampai jadi preseden bagi tersangka lain, tersangka korupsi lain melakukan modus yang sama, sehingga kemudian ah ini enggak jadi ditangkap," ujarnya.

Sebelumnya, KPK sudah angkat bicara soal Lukas yang tak kunjung ditangkap. KPK menyatakan faktor keamanan di Papua menjadi pertimbangan. Lembaga antikorupsi khawatir, saat melakukan penjemputan paksa kepada Lukas terjadi konflik horizontal.

Kendati demikian KPK mengklaim, sudah berkoordinasi dengan kepolisian, TNI hingga BIN di Papua untuk mengetahui kondisi keamanan disana. Hal itu dilakukan guna segera menyeret Lukas Enembe ke Jakarta untuk dimintai pertanggungjawaban.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI