"Rakyat Indonesia ini cepat lupa ya. Dulu ada sebuah partai yang mendukung penista agama, sekarang didukung karena (mengusung Anies)," ujar Vasco.

Hal inilah yang kemudian diamini Fahri sebagai bentuk politik berbasis perasaan. "Begitu Anda menguat di perasaan ini, akan ada konsolidasi menguat di perasaan (lain)," terang Fahri.
"Makanya saya bilang, ekstrem kanannya Anies, ekstrem kirinya Ganjar. Karena di belakang Ganjar itu juga takut (terhadap kubu Anies). Terus ini apa? Perasaan, menemukan simbol," imbuhnya.
Fahri kemudian mengungkit perannya dalam membentuk kabinet rekonsiliasi yang berujung dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto masuk ke kabinet Presiden Joko Widodo.
"Harusnya rekonsiliasi itu dirawat, tapi rupanya kan tidak selesai, ekstremnya masih ada," tandasnya, yang dalam hal ini diduga dimanfaatkan oleh Partai NasDem dan Anies untuk mendulang massa.