Suara.com - Kembalinya Romahurmuziy ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP Periode 2020 hingga 2025 menuai pro dan kontra. Pasalnya Romy, demikian ia disapa, merupakan mantan narapidana kasus suap. Diterimanya kembali Romy ke dunia politik pun menjadi contoh ke sekian pejabat mantan narapidana yang mendapat privilege atau keistimewaan.
Sebelumnya, Romahurmuziy ditangkap melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 2019. Romahurmuziy terlibat dalam kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama. Ia dikenai sanksi pidana penjara 2 tahun dan bebas sejak April 2020. Kini, ia menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP Periode 2020 hingga 2025.
Bukan hanya Romahurmuzy saja politisi mantan narapidana yang mendapat privilege tersebut, beberapa politisi lain pun mendapat keistimewaan yang sama dalam cara yang berbeda. Apa saja? Berikut rangkumannya yang telah dihimpun Suara.com.
1. Kembali Ke Partai Politik
Baca Juga: Sebut PPP Terbuka, Romahurmuziy ke Sandiaga Uno: Ahlan Wasahlan Kalau Mau Bergabung
Selain Romahurmuziy, ada nama Desy Yusandi yang merupakan mantan napi korupsi pembangunan Puskesmas Tangerang Selatan. Desy divonis pidana penjara 1 tahun dan denda Rp50 juta pada 2011 hingga 2012.
Setelah bebas, Desy Yusandi kemudian maju lagi ke Pemilihan Legislatif dan terpilih menjadi anggota DPRD pada Provinsi Banten Periode 2014 hingga 2019. Ia lalu terpilih lagi untuk periode berikutnya.
Tak hanya itu, ada pula Besri Nazir yang merupakan napi korupsi penyertaan modal di PD Pembangunan Medan pada 2013 justru ditunjuk sebagai Sekretaris DPC Partai Demokrat Medan.
Keempat yakni M Taufik yang terlibat dalam korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004 dengan sanksi pidana penjara 18 bulan. Selepas itu, ia kembali bergabung dengan Partai Gerindra.
2. Boleh Nyaleg
Sebenarnya tidak ada larangan khusus dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) terhadap mantan napi koruptor nyaleg. Para koruptor pun boleh mencalonkan diri kembali.
Syarat sebagai anggota legislatif pada Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjelaskan bahwa mantan narapidana korupsi berpeluang jika ingin mendaftarkan diri menjadi calon legislatif.
Syaratnya hanya perlu mengakui ke publik bahwa ia pernah dipenjara dan telah menyelesaikan hukuman penjaranya.
3. Diperjuangkan Jadi ASN
Pada Agustus 2022, Bupati Mukomuko Sapuan ingin kembali mengangkat 17 mantan narapidana kasus korupsi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Sebanyak 17 mantan napi itu sebelumnya pernah menjadi ASN di Pemerintah Kabupaten Mukomuko.
Namun, pada 2019 hingga 2020, mereka terlibat kasus korupsi dan diberhentikan secara tidak hormat. Bagi Sapuan, tindakan mengangkat kembali tersebut merupakan kewajiban kami sebagai pemerintah daerah memperjuangkan karena daerah lain juga dapat melakukannya dengan keputusan Menkumham dan Mendagri.
Alasannya yakni belasan mantan napi itu telah menjalani hukumannya dengan baik. Selain itu, aspek kemanusiaan dan daerah lain yang turut melakukannya pun menjadi pertimbangan.
Sapuan juga telah melakukan telaah dan kajian terhadap para napi. Baginya, mantan napi masih produktif dan tidak mendekati masa pensiun.
Selain itu, pihaknya mengaku kekurangan staf. Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Mukomuko Wawan Santoni menyatakan bahwa, terhitung Juni 2022 Mukomuko kekurangan sebanyak 2.554 orang ASN.
Kontributor : Annisa Fianni Sisma