Suara.com - Isu penerapan kembali sistem proporsional tertutup dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024 membuat kalangan partai politik hingga aktivis saling berdebat. Wacana penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024 muncul akibat gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Jika MK mengabulkan gugatan itu, maka Pemilu 2024 akan dilakukan dengan sistem proporsional tertutup. Namun, jika MK menolak gugatan, maka Pemilu 2024 akan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Simak sistem pemilu yang dipakai di Indonesia dari masa ke masa berikut ini.
Sistem Pemilu di Indonesia Dari Masa ke Masa
Proporsional Tertutup
Baca Juga: IKP Kota Bandung Masuk Level Rawan Sedang, Bawaslu Minta Masyarakat Waspada
Dalam sejarah Pemilu di Indonesia ada 2 sistem yang diterapkan yakni proporsional tertutup dan proporsional terbuka. Sistem proporsional tertutup membuat rakyat sebagai pemilih hanya bisa memilih partai politik.
Dengan sistem proporsional tertutup ini pemilih tidak bisa mengetahui dan tidak bisa memilih langsung calon anggota legislatif (caleg) terpilih yang akan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Alhasil, meski pemilih memberikan suara pada salah satu calon, maka suara itu menjadi suara partai politik pengusung. Dikarenakan rakyat tidak bisa memilih langsung wakil-wakilnya yang duduk di kursi legislatif, maka sistem proporsional tertutup ini disebut kurang demokratis. Walau begitu, sistem proporsional tertutup pernah diterapkan dalam Pemilu 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997 dan 1999.
Proporsional Terbuka
Sementara itu, dalam sistem proporsional terbuka, pemilih bisa memilih langsung caleg yang akan mewakili mereka di DPR dan DPRD. Sistem proporsional terbuka ini diterapkan pada Pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019.
Baca Juga: Polri Ingatkan Peserta Pemilu Tak Menyebar Hoaks dan Ujaran Kebencian di Ruang Digital
1. Pemilu 1955
Pemilu nasional pertama di Indonesia dilaksanakan dua kali untuk memilih anggota DPR pada 29 September 1955 dan anggota Konstituante pada 25 Desember 1955.
Pemilu tahun 1955 menggunakan sistem proporsional yang artinya kursi yang tersedia dibagikan pada partai politik sesuai dengan imbangan perolehan suara yang didapat oleh partai politik itu.
2. Pemilu 1971
Setelah pemerintahan Presiden Soekarno, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia (MPRS) menetapkan Soeharto sebagai Pejabat Presiden pada 12 Maret 1967. Kemudian pada 27 Maret 1968, Soeharto ditetapkan sebagai Presiden sesuai hasil Sidang Umum MPRS.
Terkait pembagian kursi dalam pemilu 1971, mereka menggunakan UU Nomor 15 Tahun 1969 sebagai dasar sehingga semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Pemilu 1971 diikuti oleh 10 partai politik dan 1 ormas yakni NU, Parmusi, PSII, PERTI, Partai Kristen Indonesia, Partai Ktolik, Partai Murba, IPKI, PNI, serta Golkar. Dari pemilu 1971 ini, Golkar ditetapkan sebagai parpol dengan suara terbanyak diikuti NU, PNI dan Parmusi.
3. Pemilu 1982, 1989, 1992, dan 1997
Presiden Soeharto memerintah selama 32 tahun dengan 6 kali penyelenggaraan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Tingkat I dan DPRD Tingkat II. Untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden ditentukan dari hasil Sidang Umum MPR. Walau Soeharto menjadi Presiden selama 32 tahun, Wakil Presiden selalu berganti setiap periode.
4. Pemilu 1999
Dengan bergulingnya pemerintahan Soeharto membuat pemilu dipercepat dan dilaksanakan pada tahun 1999. Padahal, seharusnya pemilu diadakan lagi pada 2002. Dengan persiapan singkat, pemilu 1999 diselenggarakan pada 7 Juni 1999 yang terlaksana secara damai tanpa ada kekacauan.
Pembagian kursi dalam pemilu 1999 menggunakan sistem proporsional. Beda dari pemilu sebelumnya, penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbesar atau terbanyak dari daerah tempat seseorang dicalonkan.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil Sidang Umum MPR. Sementara itu, pasangan Abdurrahman Wahid - Megawati Soekarnoputri digantikan oleh pasangan Megawati Soekarnoputri - Hamzah Haz dari Sidang Istimewa MPR RI pada 23 Juli 2001.
5. Pemilu 2004
Dalam pemilu 2004 Presiden dan Wakil Presiden dapat dipilih langsung oleh rakyat karena terjadi perubahan amandemen UUD 1945. Ada dua macam pemilihan umum di periode 2004 yakni memilih anggota parlemen dan pemilihan presiden.
Pada pemilu periode 2004 ini dilaksanakan dua putaran yakni pada 5 Juli 2004 dan 20 September 2004. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2004-2009.
6. Pemilu 2009
Pemilu tahun 2009 dilaksanakan pada 8 Juli untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, sedangkan pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dilaksanakan pada 9 April 2009. SBY kembali terpilih sebagai Presiden dengan Wakil Presiden Boediono untuk periode 2009 - 2014.
7. Pemilu 2014
Pelaksanaan pemilu 2014 tidak beda jauh dari tahun sebelumnya yakni pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2014 diselenggarakan pada 9 April (dalam negeri) dan 30 Maret sampai 6 April 2014 (luar negeri). Sementara itu pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan pada 9 Juli 2014. Pasangan Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2014 - 2019.
8. Pemilu 2019
Terakhir, pemilu 2019 dilaksanakan pada 17 April 2019 yang diikuti oleh 14 partai politik nasional dan 4 partai politik lokal Aceh. Dari hasil pemilu 2019 ini, pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden untuk tahun 2019 - 2024.
Kontributor : Trias Rohmadoni