Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru mengungkap satu perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa suap yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe.
Perkara itu berupa penerimaan uang senilai Rp 1 miliar dari tersangka Direktur PT TBP (Tabi Bangun Papua), Rijatono Lakka (RL) demi meloloskan perusahaan mendapatkan tiga proyek sekitar Rp 41 miliar.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengungkap kasus terungkap karena penyidik telah menemukan alat bukti yang cukup.
"Baru menyangkut uang Rp 1 miliar itu yang kami anggap alat buktinya cukup," kata Alex saat menggelar konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2023) kemarin.
Baca Juga: KPK Tetapkan Lukas Enembe dan Bos PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka Jadi Tersangka
Alex memastikan sejumlah perkara lainnya akan didalami KPK. Termasuk kepemilikan uang sekitar Rp 71 miliar di rekening Lukas Enembe yang telah diblokir Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Tak hanya itu, aliran dana yang mencapai Rp 500 juta ke salah satu kasino di Singapura juga menjadi materi pendalaman KPK.
"Tentu saja informasi-informasi tersebut ya, itu pasti kami dalami," kata Alex.
Kemudian soal penyelanggaraan PON di Papua, yang juga diduga terjadi penyelewengan dana mencapai miliaran rupiah tak luput dari perhatian KPK. Alex menyebut pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
"BPK sudah melakukan audit terkait dengan pertanggungjawaban pelaksaan PON itu. Nah itu kami akan kembangkan," ujar Alex.
Baca Juga: Penyuap Gubernur Lukas Enembe, Direktur PT Tabi Bangun Papua Resmi Ditahan KPK
"Termasuk juga kemungkinan proyek-proyek yang lain. Yang tak tertutup kemungkinan pendor-pendor yang lain itu juga ada pemberian-pemberian juga ya," imbuhnya.
Diketahui KPK telah mengungkap kontruksi kasus suap yang menjerat Lukas Enembe soal dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji terkait proyek pembangunan infrastruktur di provinsi Papua. Temuan sementara KPK, Rijatono Lakka selaku Direktur PT TBP menyuap Lukas Enembe seniliai Rp 1 miliar. Hal itu untuk mendapatkan tiga proyek pembangunan di Papua senilai Rp 41 miliar.
Atas perbuatannya, Rijatono selaku pemberi suap dijerat dengan pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Lukas Enembe selaku penerima suap dijerat dengan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.