Suara.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Angraeni menilai, sistem Pemilu proposional tertutup justru akan membuat politik kekerabatan akan merajalela.
Menurutnya hal tersebut akan menciptakan hegemoni di kalangan elite.
"Bisa dibayangkan kalau hanya ditentukan oleh hegemoni elite, maka politik kekerabatan pasti akan menggila. Nah situasi hari ini saja seperti itu, apalagi kalau absolute oleh proses yang sangat tertutup mengedepankan kehendak elit dan lain sebagainya," kata Titi dalam diskusi bertajuk "Pro-Kontra Sistem Proposional Tertutup' secara daring, Kamis (5/1/2022).
Ia menyampaikan, dalam pasal 6a ayat 3 dan ayat 4 undang-undang dasar negara, sistem pemilu legislatif tidak diatur, yang diatur dalam kontitusi hanya pemilihan presiden.
Namun, bagi Titi hal itu tidak bisa dikatakan sistem pemilu yang konstitusional adalah proposional tertutup.
"Karena seolah-olah kalau dalam pemaknaan sistem tertutup itu peserta pemilunya adalah partai, karena dalam sistem terbuka pun peserta pemilu yang menentukan siapa caleg nya tetap partai politik," tuturnya.
Sementara di sisi lain, Titi menyampaikan, sistem pemilu legislatif dalam Pasal 22 e UUD hanya menyebut peserta pemilu legislatif DPR, DPRD itu adalah partai politik.
Menurutnya, konstitusi tak mengatur sistem pemilu secara spesifik. Hal itu menjadi ranah dari pembentuk undang-undang untuk melahirkan konsensus politik yang dicapai secara demokratis melibatkan masyarakat dalam partisipasi yang terbuka, transparan, hingga akuntabel.
"Dia tidak boleh diambil alih oleh Mahkamah Konstitusi yang mengatakan bahwa yang terbuka itu adalah konstitusional,byang tertutup adalah konstitusional," katanya.