Suara.com - Presiden Jokowi diprediksi tidak akan terpilih apabila nekat mencalonkan diri kembali menjadi presiden untuk ketiga kalinya pada 2024. Satu penyebabnya, elektabilitas Jokowi keok dibanding kandidat lain.
Berdasarkan hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Elektabilitas Jokowi pada tren elektabilitas top of mind alami penurunan dari Mei 2021 ke Desember 2022.
Pada survei top of mind Mei 2021, elektabilitas Jokowi 27,6 persen, namun elektabilitas itu kian merosot. Terakhir pada survei Desember 2022 elektabilitas Jokowi cuma 15,5 persen.
"Nah dalam survei-survei berikutnya itu. konsisten menurun dan survei terakhir hanya 15 persen," kata pendiri SMRC, Saiful Mujani dikutip dari YouTube SMRC TV, Kamis (5/1/2023).
Baca Juga: Tak Mau Jokowi Terjerumus, Relawan Projo Tegas Tolak Wacana Penundaan Pemilu dan Tiga Periode
Padahal dikatakan Saiful Mujani, dalam acara Bedah politik bersama Saiful Mujani bertema 'Peluang Jokowi Kalau jadi Capres Lagi', elektabilitas sang presiden harusnya bisa lebih dari itu. Mengingat tingkat kepuasan terhadap kepemimpinan Jokowi cukup tinggi mencapai sekitar 70 persen, ditambah Jokowi sudah dua kali menjabat sebagai petahana.
"Tadi ada kepuasan yang sangat tinggi 70 persen. Harusnya kalau itu punya makna elektoral 70 persen itu, mestinya Pak Jokowi dapat 50 persen lah setidaknya, kira kira kaya gitu. Kenyataannya kan tidak," kata Saiful.
Bahkan dalam survei top of mind itu, elektabilitas Jokowi sebagai capres jauh di bawah elektabilitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
"Ganjar Pranowo yang paling tinggi, itu lebih tinggi dari Pak Jokowi sendiri. Pak Jokowi ini seimbang dengan Anies dan seimbang dengan Pak Prabowo," kata Saiful.
Saiful menganalisis, tren penurunan elektabilitas Jokowi itu menurun karena orang menganggap Jokowi tidak akan maju kembali.
Baca Juga: Pengamat Mulai Cium Dalang Dibalik Isu Jokowi Tiga Periode
Apalagi sikap demikian merupakan pelanggaran konstitusi jika benar dilakukan mengingat adanya pembatasan masa jabatan presiden hanya dua periode.
"Karena mungkin masyarakat sudah terbentuk pikirannya bahwa Pak Jokowi itu nggak akan maju. Di mana aturannya kan dua kali," kata Saiful.
Bukan cuma itu, Saiful menilai fokus masyarakat saat ini bukan ke Jokowi, melainkan ke kandidat-kandidat lainnya.
"Jadi sudah cukup dan pikirannya sudah berpikir kepada tokoh lain. Muncul lah Ganjar, muncul lah Anies, misalnya muncul lah Prabowo," kata Saiful.
Saiful merujuk hasil-hasil survei sebelumnya di mana mayoritas publik enggan Jokowi kembali menjadi presiden untuk ketiga kalinya. Bahkan menurut analisi Saiful, publik yang ingin belum tentu memilih Jokowi pada 2024.
"Minoritas sekitar 30 persen yang menginginkan Pak Jokowi maju lagi. Nah apakah yang 30 persen ini akan memilih Pak Jokowi? Itu belum tentu juga, nah ini hasilnya," kata Saiful.
SMRC turut membuat survei lain perihal elektabilitas Jokowi. Kali ini survei dibuat terbuka, di mana SMRC menyodorkan 45 nama kandidat, termasuk di dalamnya nama Jokowi serta mantan presiden lain, mulai dari Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.
Hasilnya ternyata sama saja. Elektabilitas Jokowi menurun. Pada Mei 2021, elektabilitas Jokowi sebesar 28.0 persen, sedangkan pada Desember 2022 elektabilitasnya 14.7 persen. Bahkan elektabilitas Jokowi menurun pada November 2022 dan terendah, yakni 9.4 persen.
Saiful lantas menyoroti pihak-pihak yang selama ini mendukung dan mendorong Jokowi untuk maju kembali di periode ketiga. Padahal dikatakan Saiful, data menunjukkan bahwa publik tidak menginginkan hal itu.
Saiful sendiri menyadari mengapa pihak di lingkar Jokowi mendorong hal itu. Sebabnya diduga Saiful lantaran para pendukung tiga periode meyakini Jokowi bakal dipilih, padahal tidak.