Suara.com - Mantan narapidana kasus korupsi Romahurmuziy atau biasa disapa Rommy kembali bergabung di Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sebelumnya pada 2019 lalu, Romy kena operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag). Setelah dijatuhi vonis 2 tahun penjara, Romy menghirup udara kebebasan sejak April 2020.
Terkini, Romy menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP Periode 2020-2025. Lantas, apakah bisa mantan narapidana korupsi terjun kembali ke dunia politik? Simak penjelasan tentang aturan mantan narapidana kembali terjun ke politik berikut ini.
Harus Tunggu 5 Tahun
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU.XX/2022, narapidana korupsi tidak bisa mendaftar sebagai calon legeslatif (caleg). Sementara menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, mantan narapidana tidak bisa menjadi calon presiden dan wakil presiden.
Baca Juga: Mengenal Delapan Sosok Ketua Umum PPP
Dalam putusan MK, disebutkan bahwa mantan narapidana harus menunggu 5 tahun untuk bisa mencalonkan diri sebagai caleg, baik tingkat pusat, provinsi maupun daerah. Aturan tersebut berlaku bagi mantan narapidana yang diancam dengan hukuman pidana penjara 5 tahun ke atas.
Putusan MK itu mengabulkan gugatan Pasal 240 ayat (1) huruf pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam gugatan, pemohon menilai pasal itu memberikan ruang bagi mantan koruptor untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Pemilu sebelumnya mengatur syarat menjadi caleg, yakni:
"Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana".
Aturan Parpol Sertakan Eks Napi Korupsi
Sebenarnya larangan partai politik menyertakan narapidana korupsi pernah diatur dalam Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018. Dalam pasal 4 ayat (3) peraturan tersebut menyatakan partai politik dilarang menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak dan korupsi.
Baca Juga: Minta Publik Hormati Hak Politik Romahurmuziy, PPP: Dia Sudah Tertebus Hukumannya
Namun, Putusan Mahkamah Agung Nomor 46 P/HUM/2018 membatalkan ketentuan itu dengan tiga pertimbangan. Pertama, Majelis Hakim Agung mempertimbangkan hak memilih dan dipilih sebagai anggota badan perwakilan adalah hak politik yang merupakan hak dasar yang dijamin Undang-Undang Dasar 1945.
Kemudian kedua, tidak ada peraturan yang melarang mantan terpidana korupsi mencalonkan diri dalam ketentuan Pasal 240 ayat (1) huruf (g) Undang-Undang Pemilihan Umum.
Terakhir ketiga, peraturan semacam ini seharusnya dimuat dalam suatu undang-undang bukan dalam peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang demikian halnya PKPU Nomor 20 Tahun 2018.
Sehingga pada dasarnya, mantan terpidana korupsi boleh kembali bergiat dalam kegiatan politik praktis. Namun masyarakat akan menilai kembali kepantasan sosok mantan narapidana itu dalam mengemban tanggung jawab.
Kontributor : Trias Rohmadoni