Suara.com - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto turut menyoroti turunnya elektabilitas bakal capres NasDem Anies Baswedan baru-baru ini.
Menurut Hasto, penurunan elektabilitas Anies itu terbilang wajar. Pasalnya, elektabilitas Presiden Jokowi sedang membaik.
Lantas, fenomena tersebut dinilai menjadi bukti bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut memang menjadi antitesa Jokowi.
"Itu kognisi dari masyarakat," katanya dalam diskusi hasil survei Indikator yang disiarkan melalui virtual, Rabu (04/01/2023).
Baca Juga: Momen Paspampres Jaga Makanan untuk Makan Siang Presiden Jokowi dan Rombongan di Riau
Padahal, menurut Hasto, selama ini sosok Presiden Jokowi membawa dampak baik bagi partai-partai koalisi pengusungnya.
Hasto lalu memberikan contoh saat Pemilu 2019 kemarin, yakni ketika PDIP berhasil membuat solid koalisi pendukung pasangan Jokowi-Maruf Amin.
"Karena figur seperti Maruf Amin itu dipercaya mampu menyatukan parpol-parpol seperti PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem untuk menyatukan diri dalam figur Jokowi dan Maruf Amin," jelas Hasto.
Tak lupa, Hasto mengingatkan bahwa momentum pemilu sendiri tidak boleh kehilangan konteks. Hal itu membawa kekhawatiran masyarakat terkait dengan kinerja perekonomian nasional.
"Kita yang harus menjadi fokus pemerintahan Presiden Jokowi. Bagaimanapun juga selain aspek dari sisi infrastruktur tetapi juga pergeseran terhadap kepuasan presiden dimana program terhadap rakyat kecil," pungkas Hasto.
Baca Juga: Anies 'Senyum Tipis' Usai Gibran Pamer Foto Masuk Gorong-Gorong, Respons Anak Jokowi Bikin Keki
Adapun, survei Indikator dilakukan pada 1-6 Desember 2022 terhadap 1.220 responden yang dipilih secara acak melalui metode multistage random sampling.
Hasil survei Indikator Politik Indonesia itu mencatat Anies hanya mendapat dukungan responden sekitar 28,3 persen. Di atasnya ada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dengan elektabilitas 35,8 persen dan di bawahnya ada Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, dengan 26,7 persen. Sedangkan sebanyak 9,2 persen responden mengaku tidak tahu atau tidak jawab.
Disclaimer: Artikel ini merupakan kerja sama Suara.com dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.