Suara.com - Polemik sistem Pemilu 2024 menyebabkan pro-kontra di kalangan elite partai politik. Hal tersebut dipicu pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang menyebut ada kemungkinan pada penyelenggaraan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup.
Menurut Pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana Jimmy Z Usfunan menyampaikan bahwa sistem proporsional terbuka dalam pemilihan calon legislatif menimbulkan ongkos politik yang tinggi.
"Apalagi besarnya modal yang digunakan, dengan asumsi yang besar menjadi pemenang, sementara caleg yang lain juga berani melakukan adu modal, akibatnya cost politic menjadi makin besar," katanya pada Rabu (4/1/2023).
Ia mengemukakan, dalam pengalaman sistem proporsional terbuka selama ini, para calon akhirnya rela berutang.
Baca Juga: Mau Proporsional Terbuka atau Tertutup, Tak Ada Jaminan Calon Pemilih Benar-benar Kenal Calegnya
Bahkan, ia menyebut ada caleg yang kemudian menggadaikan rumah serta barang-barang berharga lainnya demi kemenangan.
Jimmy mengatakan, faktanya jika ditelusuri, maka banyak anggota legislatif dari tingkat pusat hingga kabupaten/kota malah menggadaikan SK jabatannya ke bank pasca-dilantik.
"Coba saja dikonfirmasi para anggota DPR dan DPRD, hal ini dilakukan demi membayar utang dari biaya yang telah dikeluarkan," katanya
Lebih lanjut, dia mengatakan, penerapan sistem proporsional terbuka dalam pemilu bisa memicu persoalan lain serta keresahan sosial. Salah satunya tingginya surat suara tidak sah, bahkan pada 2019 lalu tercatat 17.503.953 suara tidak sah untuk Pemilu DPR.
"Dengan fenomena ini, maka akan memunculkan sikap apatisme masyarakat nantinya dalam memilih pada Pemilu 2024, karena khawatir sudah menggunakan hak pilih, namun suaranya menjadi suara yang terbuang," katanya. (Antara)
Baca Juga: Cuma Pelaksana Undang-Undang, Ketua KPU Ogah Berteori soal Sistem Proporsional Terbuka atau Tertutup