Perjalanan Kasus AKBP Bambang Kayun, Polisi Super Kaya yang Terima Suap Rp56 M

Rabu, 04 Januari 2023 | 12:00 WIB
Perjalanan Kasus AKBP Bambang Kayun, Polisi Super Kaya yang Terima Suap Rp56 M
Bambang Kayun tersangka dalam perkara pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT ACM (Aria Citra Mulia) yang bergulir di Mabes Polri saat keluar dari Gedung KPK Jakarta pada Selasa (3/1/2023). [Suara.com/Yaumal]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - AKBP Bambang Kayun kini tak bisa berkutik lagi. Ia telah ditetapkan sebagai tersangka suap dan ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mantan Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum Biro Bankum Divisi Hukum Polri itu terjerat kasus suap Rp56 miliar.

Tak hanya itu, Bambang Kayun juga menerima suap dalam bentuk mobil mewah dari dua tersangka lainnya ES dan HW.

Suap tersebut diberikan kepada AKBP Bambang Kayun dalam kasus pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT ACM.

Baca Juga: Kasus Korupsi di Kementerian Koperasi dan UMKM, KPK Panggil Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan Demokrat

Bagaimana perjalanan kasus yang menjerat AKBP Bambang Kayun? Berikut ulasannya.

Kasus ini berawal pada 2016 lalu, ketika ES dan HW dilaporkan atas dugaan pemalsuan surat perebutan hak ahli waris PT ACM.

Menurut Ketua KPK Firli bahuri, ketika itu, ES dan HW mendapatkan rekomendasi oleh seseorang dan lalu diperkenalkan dengan Bambang Kayun untuk berkonsultasi.

Mereka akhirnya bertemu pada Mei 2016. Setelah mendengarkan duduk perkara yang dialami keduanya, Bambang Kayun menyatakan siap membantu, namun dengan kesepakatan pemberian sejumlah uang dan barang.

"Sebagai tindak lanjutnya, sekitar Mei 2016 bertempat di salah satu hotel di Jakarta dilakukan pertemuan antara ES dan HW dengan tersangka BK," kata Firli.

Baca Juga: Sepak Terjang AKBP Bambang Kayun, Jadi Tersangka Kasus Suap dan Gratifikasi di Penghujung Masa Tugasnya

"Tersangka BK lalu memberikan saran, di antaranya untuk mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan terkait adanya penyimpangan penanganan perkara yang ditujukan kepada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri," lanjut Firli.

Setelah surat permohonan itu dibuat, sebagai tindak lanjut, Bambang Kayun ditunjuk sebagai salah satu anggota untuk memverifikasinya, termasuk meminta klarifikasi pada Bareskrim Polri.

"Sekitar Oktober 2016, dilakukan rapat pembahasan terkait perlindungan hukum atas nama ES dan HW di lingkup Divisi Hukum Mabes Polri dan tersangka BK kemudian ditugaskan untuk menyusun kesimpulan hasil rapat yang pada pokoknya menyatakan adanya penyimpangan penerapan hukum termasuk kesalahan dalam proses penyidikan," ungkap Firli.

Namun setelah itu, ES dan HW malah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Bambang Kayun lalu menyarankan agar kedua tersangka untuk mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Ketika memberikan saran tersebut, Bambang Kayun menerima uang dari kedua tersangka senilai Rp5 miliar. Menurut Firli, uang tersebut diberikan melalui transfer bank menggunakan rekening salah satu orang kepercayaannya.

Selama proses pengajuan praperadilan, menurut Firli, KPK menduga Bambang Kayun membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum Polri, agar bisa dijadikan bahan materi isi gugatan.

Hal itu lantas membuat majelis hakim mengabulkan gugatan praperadilan tersebut dan menyatakan penetapan status tersangka pada ES dan HW tidak sah.

Atas keluarnya putusan itu, Bambang Kayun diduga menerima satu unit mobil mewah dari ES dan HW.

"Tersangka BK sekitar bulan Desember 2016 diduga menerima satu unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri oleh tersangka BK," kata Firli.

ES dan HW kembali ditetapkan sebagai tersangka

Lima tahun berlalu, perkara perebutan hak ahli waris PT ACM kembali mencuat. Sekitar April 2021, KPK menyebut ES dan HW kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri dalam kasus yang sama.

Keduanya lalu kembali menemui Bambang Kayun dan memberikannya uang sejumlah Rp1 miliar untuk membantu mengurus perkara tersebut.

Namun dalam perjalanan kasusnya, ES dan HW dinyatakan tidak kooperatif selama proses penyidikan. Mereka lalu melarikan diri, hingga masuk dalam DPO Bareskrim Polri.

Selain itu, KPK juga menduga Bambang Kayun telah menerima uang sekitar Rp50 miliar dari keduanya yang diberikan secara bertahap.

Uang tersebut diduga sebagai gratifikasi karena berhubungan dengan jabatannya. Dengan demikian, Bambang Kayun telah menerima total uang senilai Rp56 miliar.

Bambang Kayun jadi tersangka

Pada November 2022, Bambang Kayun ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Atas penetapan itu, Bambang Kayun sempat melakukan perlawanan dengan melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 21 November 2022.

Namun akhirnya gugatan praperadilan tersebut ditolak oleh PN Jaksel. KPK juga telah mencegah Bambang Kayun kabur ke luar negeri selama 6 bulan, hingga Mei 2023.

Hingga pada Selasa (3/1/2023), KPK resmi menahan AKBP Bambang Kayun selama 20 hari ke depan. Ia mendekam di tahanan KPK di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Selatan.

"Guna proses penyidikan KPK melakukan penahanan terhadap yangbersangkutan (BK)," kata Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).

Sementara itu, ES dan HW hingga kini masih menjadi buronan. Polri telah menerbitkan red notice untuk kedua tersangka tersebut pada 14 Desember 2022 lalu.

Kontributor : Damayanti Kahyangan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI