Suara.com - Herry Wirawan alias Heri bin Dede memerkosa 12 santriwati sepanjang 2016 hingga 2021. Kejahatan yang dilakukan itu mengantarkannya pada vonis hukuman mati.
Herry, pria kelahiran Garut itu mendirikan Yayasan Yatim Piatu Manarul Huda di Antapani Tengah, Kota Bandung pada 2016. Lalu mendirikan pula Madani Boarding School di Cibiru dan Pondok Pesantren Tahfidz Madani di Sukanagara, Antapani Kidul.
Yayasan Manarul Huda itu merupakan yayasan khusus santri putri. Yayasan tersebut memberikan biaya pendidikan gatis untuk siswanya.
Setidaknya ada lima orang yang menjadi pengurus yayasan itu.
Namun, dalam putusan terungkap kalau Herry mendirikan yayasan maupun pondok pesantren itu untuk melancarkan nafsu bejatnya.
"Bahwa Yayasan Yatim Piatu Manarul Huda, Madani Boarding School dan Pondok Pesantren Tahfidz Madani dibuat, didirikan dan dikelola oleh terdakwa Herry Wirawan alias Heri bin Dedi untuk melakukan kejahatan (corporate criminal). Di mana sejak didirikan telah digunakan Terdakwa untuk melakukan kejahatan," demikian isi pertimbangan dalam putusan Nomor 86/PID.SUS/2022/PT BDG yang dikutip Suara.com, Rabu (4/1/2023).
Kejahatan Herry akhirnya terungkap pada 2021, tepatnya ketika pihak keluarga melihat perilaku salah satu korban yang tidak biasa. Korban menjadi pendiam, tidak mau makan bahkan terus menangis.
Korban yang sekolah di Madani Boarding School akhirnya mengaku kalau ia menjadi korban keganasan Herry. Akhirnya pihak keluarga membuat laporan ke Polda Jabar pada 2021.
Laporan satu korban itu membuka fakta-fakta mengejutkan di balik perilaku Herry yang dikenal sebagai pendiri sekaligus guru di tiga sekolah tersebut.
Baca Juga: Menunggu Vonis Mati, Begini yang Dijalani Herry Wirawan si Predator Santriwati Selama Bulan Puasa
Bukan hanya satu, setidaknya ada 12 korban yang melaporkan Herry atas kasus serupa. Hal yang tak kalah mengejutkan ialah, delapan korban itu telah melahirkan 9 bayi dari hasil berhubungan intim dengan Herry.
Minta Hukuman Dikurangi
Setelah melewati penyelidikan hingga penyidikan, kasus pemerkosaan yang dilakukan Herry sampai di meja hijau sejak 16 Desember 2021. Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat Dodi Gazali Emil pada saat itu menyebut ada 21 saksi yang dihadirkan di pengadilan.
Pada 11 Januari 2022, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Herry agar dihukum mati. Selain vonis mati, JPU juga menuntut pria 37 tahun itu disuntik kebiri.
Setelah dituntut hukuman mati, Herry mengajukan pembelaan. Pada pembacaan nota pembelaan atau pleidoi yang disampaikan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kamis (20/1/2022), Herry mengaku telah menyesal dan meminta maaf kepada keluarga dan korban.
Herry juga meminta agar hukumannya dikurangi.
Dihukum Seumur Hidup
Herry menghadiri sidang vonis yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kota Bandung pada Selasa (15/2/2022). Majelis hakim yang dipimpin Yohanes Purnomo Suryo membacakan vonis yang dijatuhkan terhadap Herry ialah penjara seumur hidup.
"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup," kata hakim.
Akan tetapi, jaksa pada saat itu mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim.
Vonis Semakin Berat: Hukum Mati
Tepat pada Senin, 4 April 2022 ia harus mendengarkan vonis di kursi pesakitan.
"Menghukum Terdakwa oleh karena itu dengan pidana MATI. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan," kata Ketua Pengadilan Tinggi Bandung Herri Swantoro.
Herry juga dibebani restitusi para korban sekaligus anak sekitar Rp 332 juta. Adapun Hakim memerintahkan 9 bayi dirawat oleh pemerintah hingga ibunya telah memiliki kekuatan mental untuk menerimanya.
Terdapat tiga hal yang memberatkan vonis untuk Herry. Tiga hal yang dimaksud yakni:
1. Akibat perbuatan Terdakwa menimbulkan anak-anak dari para anak korban, dimana sejak lahir kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, sebagaimana seharusnya anak-anak yang lahir pada umumnya, dan pada akhirnya perawatan anak-anak tersebut akan melibatkan banyak pihak.
2. Akibat perbuatan Terdakwa menimbulkan trauma dan penderitaan pula terhadap korban dan orang tua korban.
3. Akibat perbuatan Terdakwa yang dilakukan di berbagai tempat dianggap menggunakan simbol agama diantaranya di Pondok Pesantren yang Terdakwa pimpin, dapat mencemarkan lembaga pondok pesantren, merusak citra agama Islam karena menggunakan simbol-simbol agama Islam dan dapat menyebabkan kekhawatiran orang tua untuk mengirim anaknya belajar di Pondok Pesantren.
Kasasi Ditolak
Usai divonis hukuman mati, Herry mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Sidang keputusan kasasi itu digelar MA pada Kamis (8/12/2022).
Sidang dipimpin Ketua Majelis Sri Murwahyuni. Kemudian anggota Majelis 1 Hidayat Manao dan anggota Majelis 2 Prim Haryadi serta Panitera Pengganti Maruli Tumpal Sirait.
Hasilnya, MA menolak permohonan kasasi Herry. Putusan MA terdaftar dengan Nomor 5632 K/PID.SUS/2022.
"Amar putusan = tolak," demikian isi putusan yang dikutip Suara.com, Selasa (3/1/2023).
Karena kasasi ditolak, maka Herry tetap akan menjalani hukuman mati.