Soal sistem pekerjaan alih daya. Perppu Cipta Kerja disebut tidak mengatur batasan jenis pekerjaan alih daya atau outsourcing, sama seperti Omnibus Law sebelumnya yang diputus MK inkonstitusional bersyarat.
Ketentuan soal pekerjaan yang dapat dialihdayakan diatur dalam Pasal 64 Perppu tersebut.
"Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis," bunyi Pasal 64 ayat (1) Perppu Cipta Kerja.
Aturan ini berbeda dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang berlaku sebelum Perppu maupun UU Omnibus Law. Batasan pekerjaan outsourcing diikat produk hukum setingkat uu, bukan pp.
Kemudian soal tenaga kerja asing. Buruh memandang Perppu Cipta Kerja justru makin mempermudah masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia. Bahkan ke semua jenis pekerjaan yang sebenarnya bisa digarap pekerja lokal.
Salah satu aturan di Perppu Ciptaker itu adalah menghapus kewajiban berbahasa Indonesia bagi pekerja asing yang mau masuk RI.
Dari informasi yang berkembang, sejumlah kelompok buruh bakal melayangkan gugatan terkait Perppu Cipta Kerja itu. Bahkan ada rencana melakukan aksi demonstrasi menolak Perppu ciptaan Jokowi itu.
Apa Kata Pengusaha?

Tak hanya kalangan pekerja atau buruh, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga turut menyoroti Perppu Cipta Kerja. Salah satunya adalah dua isu di klaster ketenagakerjaan yang berubah di Perppu tersebut.
Baca Juga: Aturan Pesangon di Perppu Cipta Kerja: Besaran, Jenjang Kerja hingga Uang Penghargaan PHK
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menyebut, dua isu yang berubah dari aturan di UU Cipta Kerja yaitu mengenai pengupahan dan alih daya.